PERILAKU KEORGANISASIAN (KEPERIBADIAN DAN NILAI)
MAKALAH
PRILAKU KEORGANISASIAN
“Kepribadian
dan Nilai”
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah Saw. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusunan mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah manajemen kinerja.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak
sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran
dalam penyusunn materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbigan
orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Kepribadian dan Nilai”. Makalah ini di sususn oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa Universitas Muslim Indonesia.
Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen yang meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Makassar, 30 Maret 2018
Kelompok V
Daftar Isi
Kata
Pengantar
i
Daftar Isi
ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1
1.2.Rumusan
Masalah
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Kepribadian
2
2.1.1.
Definisi Kepribadian
2
2.1.2.
Mengukur Kepribadian
2
2.1.3.
Sifat – Sifat
Kepribadian
4
2.1.4.
Sifat Kepribadian Lainnya yang Relevan dengan Perilaku Organisasi
13
2.2.Nilai
19
2.2.1.
Definisi Nilai
19
2.2.2.
Pentingnya Nilai dan
Pembentukan Nilai
20
2.2.3.
Nilai – Nilai Generasi
21
2.2.4.
Mengaitkan Kepribadian
dan Nilai Individu di Tempat Kerja
22
2.2.5.
Nilai Internasional
24
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan
28
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Pada dasarnya kepribadian dari diri seseorang merupakan suatu cerminan
dari kesuksesan. Seseorang yang
mempunyai kepribadian yang unggul adalah seseorang yang siap untuk hidup dalam
kesuksesan. Sebab dalam kepribadian orang tersebut terdapat nilai – nilai
positif yang selalu memberikan energi positif terhadap paradigm dalam
menghadapi tantangan dan cobaan kehidupan. Sebaliknya, seseorang dengan
kepribadian yang rendah adalah seseorang yang selalu dilingkup dengan
kegagalan. Sebab pada diri seseorang
tersebut mengalir energi energi negatif
terhadap paradigma dalam menghadapi tantangan dan cobaan kehidupan.
Dapat dipastikan bahwa nilai – nilai kepribadian seseorang mangalami
pasang surut seiring dengan besarnya tantangan dan cobaan menjadi semakin kuat
dan memiliki kepribadian yang dahsyat, namun adapula seseorang yang semakin besar tantangan dan cobaannya menjadi semakin
terpuruk dan putus asa.
1.2. Rumusan
Masalah
a. Apa
arti dari kepribadian ?
b. Bagaimana
mengukur kepribadian ?
c. Apa
saja sifat – sifat kepribadian ?
d. Apa
saja sifat – sifat kepribadian yang relevan dengan perilaku organisasi ?
e. Apa
arti dari nilai ?
f. Bagaimana
pentingnya nilai dan pembentukan nilai?
g. Bagaimana
nilai nilai dalam setiap generasi ?
h. Bagaimana
mengaitkan kepribadian dan nilai individu di tempat kerja?
i.
Apa saja nilai – nilai
internasional ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Kepribadian
2.1.1.
Definisi
Kepribadian
Definisi
kepribadian yang paling sering kita gunaan dirumuskan oleh Gordon Allport
sekitar 70 tahun yang lalu. Untuk tujuan kita, anda harus menganggap
kepribadian sebagai jumlah total dari cara-cara seorang individu beraksi atas
dan berinteraksi denga orang lain. Kita paling sering mendeskripsikannya dalam
sifat-sifat yang dapat diukur yang ditampilkan seseorang.
2.1.2.
Mengukur
kepribadian
Alasan
paling penting manajer perlu mengetahui bagaimana mengukur kepribadian adalah
bahwa riset telah menunjukkan uji kepribadian dalam keputusan perekrutan dan
membantu manjer memprediksi siapa yang terbaik untuk sebuah pekerjaan. Alat
yang paling umum untuk mengukur kepribadian adalah melalui survey laporan diri di mana individu mengevaluasi
dirinya sendiri dalam serangkaian faktor, seperti “Saya sangat khawatir tentang
masa depan”. Meskipun ukura-ukuran laporan diri berhasil saat dibangun dengan
baik, responden mungkin berbohong atau memperaktikkan manajemen impresi untuk
menciptakan impresi yang baik. Saat orang-orang mengetahui skor kepribadian
mereka akan digunakan untuk keputusan rekrutmen, mereka menilai diri mereka
sekitar setengah standar deviasi lebih hati-hati dan stabil secara emosional
diri mereka sekitar setengah standar deviasi lebih hati-hati dan stabil secara
emosional dibandingkan jika mereka. Masalah lainnya akurasi seorang kandidat
dalam suasana hatiburuk saat mereka. Masalah lainnyaadalah akurasi, seorang
kandidat dalam suasana hati buruk saat mengerjakan survey bisa memilki skor
yang tidak akurat.
Survey
peringkat pengamat memberikan penilaian independen atas keprbadian. Di sini,
seorang rekan kerja atau pengamat lainnya melakukan pemeringkatan (kadang-kadang
dengan pengetahuan subjek dan kadang-kadang tidak). Meskipun hasil dari survey
laporan diri dan survey peringkat pengamat sangat berkolerasi, riset menyatakan
survey peringkat pengamat lebih baik dalam memprediksi kesuksesan dalam
pekerjaan. Meskipun demikian, masing-masing dapat mengatakan pada kita sesuatu
yang unik mengenai perilaku seseorag individu. Sebuah analisis atas sejumlah
besar kombinasi dari laporan diri sendiri dan laporan pengamat memprediksi
kinerja lebih baik dibandingkan dengan salah satu jenis informasisaja.
Implikasiya jelas, gunakanlah keduanya peringkat pengama dan peringkat laporan diri dari
kepribadian saat membuat keputusan pekerjaan penting.
Pembeda
Kepribadian sebuah debat awal dalam riset kepribadian berpusat pada apakah
keperibadian seseorang merupakan faktor
hereditas (keturunan) atau lingkungan. Cenderung mendukung pentingnya faktor
hereditas dibandingkn lingkungan.
Hereditas
merujuk pada faktor-faktor yang ditentukan saat konsepsi. Figure fisik,
fitur-fitur wajah, jenis kelamin, temeramen, komposisi otot, dan reflex, level
energy , dan ritme biologis umumnya dianggap benar-benar atau secara
substansial dipengaruhi oleh orang tua dengan biologis, fisik, dan pembentukan
psikologis inheren orang tua kandung anda. Pendekatan genetic berpendapatan
bahwa penjelasa akhir dari keperibadian seorang individu adalah struktur
molekul gen, yang terletak dalam kromosom.
Para
peneliti banyak di banyak Negara berbeda telah mempelajari ribuan kembar
identik yang dipisahkan saat lahir dan dibesarkan berjauhan. Jika hereditas
memainkan sedikit atau tidak ada peranan dalam menentukan kepribadian, anda
akan mengharapkan mendapati sedikit kesamaan antara kembar yang terpisah.
Namun, para peneliti telah menemukan, bahwa hereditas memengaruhi sekitar 50%
dari kesamaan keperibadian antara anggota dan lebih dari 30% kesamaan dalam
minat kerja dan hiburan. Sepasang kembar dipisihkan selama 39 tahun dan
dibesarkan berjauhan 45 mil, didapati mengendari mobil dengan model dan warna
yang sama. Mereka mengisap rokok yang sama, memiliki anjing dengan yang sama,
dan secara teratur berlbur dalam tiga blo dari satu sama lain dalam satu
komunitas pantai sejauh 1.500 mil.
Menariknya,
studi kembar telah menunjukkan bahwa faktor orang tua banyak mengitervensi
kepribadian anak. Kepribadian dari kembar identic yang dibesarkan dalam rumah
tangga berbeda lebih mirip satu sama
lain dibandingkan kepribadian saudara kandung yang dibesarkan bersama si
kembar. Ironisnya, kontribusi paling penting orang tua kita berikan pada
kepribadian kita adalah memberikan kita gen mereka.
Hal
ini bukanlah berarti bahwa kepribadian tidak pernah berubah. Skor keandalan
orang-orang cenderung meningkat sepanjang waktu, sebagaimana ketika orang
dewasa muda memulai keluarga dan membangun karir. Namun, perbedaan individu
dalam keandalan tetap sama, setia orang cenderung berubah dangan jumlah yang
kira-kira sama, sehingga urutan peringkat mereka kira-kira tetap hampir sama.
Sebuah analogi tentang kecerdasan mungkin membuat hal ini lebih jelas.
Anak-anak menjadi lebih pntar seiring pertambahan usia, jadi hampir setiap
orang lebih pintar pada umur 20 dibandingkan pada umur 10. Riset telah menunjukkan bahwa kepribadian lebih
dapat diubah dalam masa pertumbuhan dan lebih stabil di antar orang dewasa.
Pekerjaan
awal dalam kepribadian mencoba untuk mengidentifikasi dan melabel karakteristik
bertahan yang menjelaskan perilaku seseorang, termasuk rasa malu, agrsif,
penyerahan diri, malas, ambisius, setia, dan takut. Ketika sseorang menampilkan
karakteristik-karakteristik ini dalam sejumlah besarsituasi, kita menyebutnya
karakteristik-karakteristik kepribadian dari orang itu. Konsistensi sepanjang
waktu dan frekuensi eksperesi dalam situasi yang beragam mengindikasikan
seberapa penting karakteristik itu bagi individu tersebut.
Usaha-usaha
awal untuk mengdentifikasikandan mengklasifikasikan karaktersitik-karakteristik
utama yang mengatur perilaku sering menghasilkan daftar yang panjang yang sulit
digenerasikan dan memberikan sedikitpanduan praktis bagi pengambil keputusan
organisasi. Dua pengecualian adalah indicator Tipe Myers-Briiggs dan Model Lima
Besar, sekarang kerangka kerja dominan.
2.1.3.
Sifat
– Sifat Kepribadian
A.
Indikator
Tipe Myers-Briggs
Indikator tipe Myers-Briggs adalah
instrument penilaian kepribadian yang paling umum dugunakan di dunia. MBTI
adalah tes kepribadian 100 pertanyaan yang menanyakan orang-orang apa yang
biasanya mereka rasakan atau lakukan dalam berbag situasi. Para responden diklasifikasikan
sebagai ekstrover atau introver (E atau I), perasa atau intuitif (S atau N),
memikirkan atau merasakan (T aatau F) dan menilai atau menerima (J atau P).
·
Ekstrover (ekstriver-E)
versus Introver (introverted-I). Individu-individu ekstrover ramah, pandai
bersosialiasi, dan percaya diri. Introver tentang dan pemalu.
·
Perasa (sensing-S)
versus Intuitif (Intuitive-N). Tipe perasa praktis serta memilih rutin dan
urutan. Mereka focus pada detail. Intuitif bergantung pada proses tidak sadar
dan melihat pada “gambaran besar”
·
Memikirkan
(thingking-T) versus Merasakan (feeling-F). tipe yang memikirkan biasanya
menggunakan penalaran dan logika untuk menangani masalah. Tipe yang merasakan
berpegang pada nilai-nilaidan emosi pribadi mereka.
·
Menilai (judging-I)
versus Menerima (perceiving-P). tipe yang menilai menginginkan kendali dan
memilih urutan dan struktur. Tipe yang menerima fleksibel dan spontan.
Klasifikasi-klasifikasi ini menjelaskan
16 tipe kepribadian dengan mengidentifikasi satu karakteristik dari tiap empat
bagian. Misalnya, orang yang Introvert/Intuitif/Pemikir/Penilai (INTJ) adalah
visioner dengan pikiran asli dan dorongan yang kuat. Mereka skeptic, kritis,
independen, berkemauan kuat, dan sering kali sombong .ESTJ adalah pengatur.
Mereka realitis, logis, analitis, dan pembuat keputusan, cocok untuk bisnis atau
mekanika. Tipe ENTP adalah inovatif, indiidualisti, adaptif, dan tertarik pada
ide-ide kewirausahaan orang ini cenderung berbakat dalam memecahkan
masalah-masalah menantang tetap mungkin mengabaikan tugas-tugas rutin.
MBTI telah digunakan secara luas oleh organisasi
termasuk Apple Computer, AT &T, Citigroup, GE, 3M Co, banyak rumah sakit
dan instiusi pendidikan, bahkan angkatan bersenjata AS. Bukti yang ada
menunjukkan hasil validias yang beragam sebagai ukuran kepribadian; kebanyakan
bukti menentangnya. Salah satu masalah adalah bahwa model itu memakskan
kebanyakan bukti menentangnta. Salah atu masalah adaah bahwa model itu
memaksakan seseorang ke dalam satu tipe yang lainnya; bahwa, anda introver atau
ekstrovert. Tidak ada diantaranya,
meskipun orang dapatmenjadi kedua-keduanyapada tingkatan tertentu. MBTI dapat
menjadi alat yang bernilai untuk meningkatkan kesadaran diri dan memberikan
panduan karir, tetapi karna hasil cenderung tidak berubah dengan kinerja,
manejer mungkin tidak seharunya menggunakannya sebagai sebuah tes seleksi bagai
kandidat pekerjaan.
B.
Model
Kepribadian Lima Besar
MBTI mungkin kekurangan bukti pendukung,
tetapi sebuah badan riset yang mengesankan mendukung model lima besar. Lima dimensi dasar yang mendasari semua yang
lainnya dan mencakup hampir semua variasi signifikan dalam kepribadia manusia.
Lebih jauh lagi, skortes dari karakteristik-karakteristik ini sangat baik dalam
memprediksi bagaimana orang berperilaku dalam berbagai situasi kehidupan nyata.
Inilah faktor-faktor lima besar :
·
Ekstarkvesi.
Dimensi ekstaversi menampilkan level kenyamanan kita dalam hubungan. Ekstrover
cenderung ekspresif, percaya diri, dan mampu bersosialisasi. Introver cenderung
pemalu, penakut, dan tenang.
·
Keramahan.
Dimensi keramahan merujuk pada kecenderungan seorang individu untuk memahami
orang lain. Orang yang ramah koperatif, hangat, dan mempercayai. Orang yang
berskor rendah diingin, tidak ramah, dan antagonis.
·
Kehati-hatian
. dimensi kehati-hatian adalah sebuah
ukuran reabilitas. Orang yang sangat hati-hati bertanggung jawab, teratur,dapat
diandalkan, dan persisten. Mereka yang berskor rendah pada dimensi ini mudah
dialihkan, tidak teratur, dan tidak dapat diandalkan.
·
Stabilitas
emosional. Dimensi stabilitas emosional sering
dilabeli dengan kebalikannya, uring-uringan menunjukkan kemampuan seseorang
untuk menghadapi stress. Orang dengan stabilitas emosinal positif thingking
cenderung tenang, percaya diri, dan aman. Mereka dengan skor negative tinggi
cenderung gugup, cemas, depresin dan tidak aman.
·
Keterbukaan
pada pengalaman. Dimensi keterbukaan pada
pengalaman mencakup kisaran minat dan ketertarikan atas inovasi. Orang yang
sangat terbuka, kreatif, ingin tahu, dan secara artistic sensitive. Sebaliknya,
mereka yang berada di ujung lainnya dri kategori ini kompensional dan merasa
Nyaman dalam keadaan yang dikenal.
Bagaimana sifat-sifat lima besar memprediksi perilaku di tempat
kerja?
Riset telah menemukan hubungan antara
dimensi-dimensi kepribadian dan kinerja. Pekerja dengan skor tinggi dalam
kehati-hatian mengembangkan level pengetahuan kerja yang lebih tinggi, mungkin
karena orang yang hati-hati belajar lebih banyak (sebuah tinjauan atas suatu
tiga lapang studi mengungkapkan kehati-hatian berhubungan dengan IPK). Level
pengetahua tentang pekerjaan yang kebih tinggi berkontribusi pada level kinerja
yang lebih tinggi. Individu yang hati-hati yang lebih tertarik dlam belajar
dalam dibandingkan hanya menampilkan pekerjaan juga sangat baik dalam menjaga
kinerja saat dihadapkan dengan umpan balik negative. Bagaimanapun, bisa saja
ada “terlalu banyak hal baik”, sebab individu yang terlalu hati-hati biasanya
tidak berkinerja lebih baik dibandingkan mereka yang hanya berada diatas
rata-rata dalam kehati-hatian.
Kehati-hatian penting bagi kesuksesan
organisasi. Seperti yang menunjukkan tampilan 5-1, sebuah studi tentang skor
kepribadian 313 kandidat CEO dalam perusahaan ekuitas swasta (yang 225 darinya
direkrut: kenerja perusahaannya kemudian dihubungkandengan skor kepribadiannya)
mendapati kehati-hatian dalam bentuk konsistensi, perhatian pada hal detail, dan
penetapan standar yang tinggi lebih tpenting disbanding karakter – karakter
yang lain.
Menariknya, orang – orang yang hati –
hati hidup lebih lama, merawat diri dengan lebih baik dan terlibat lebigh
sedikit dalam perilaku beresiko seperti merokok, minum – minum dan obat –
obatan, dan perilaku seksual atau berkendara beresiko. Meskipun demikian,
menreka tidak beradaptasi dengan baik dan konteks perubahan. Keahlian yang
kompleks lebih awal dalam proses pelatihan karena focus mereka adalah pada
berkinerja baik dibandingkan pada pembelajaran. Akhirnya, mereka seringkali
kurang kreatifdaripada orang yang kurang berhati – hati, khususnya secara
artistic.
Dari sifat – sifat lima besar,
stabilitas emosional paling kuat hubungannya dengan kepuasan positif dan
optimis serta mengalami emosi – emosi negatif lebih kecil, mereka umumnya lebih
bahagia diabndingkan skor rendah. Skor rendah terlalu waspada ( mencari – cari
masalah atau tanda – tanda bahaya serta rentan terhadap efek fisik psikologis
stress).
Ekstrover cenderung lebih bahagia dalam
pekerjaan dan hidupnya. Mereka mengalami lebih banyak emosi – emosi positif
dibandingkan introvert, dan mereka mengungkapkan perasaan ini. Ekstrover juga
cenderung berkinerja lebih banyak keahlian sosial dan teman. Terakhir,
ekstraversi adalah predictor yang relative kuat atas timbulnya kepemimpinan
kelompok, ekstrover lebih dominan daripada introvert. Ekstrover lebih impulsif
daripada introvert, mereka lebih mungkin absen dari pekerjaan dan terlibat
dalam perilaku berbahaya seperti seks tanpa pengaman, minum – minum, dan
tindakan mencari sensasi lainnya. Satu studi juga mendapati ekstrover lebih
mungkin dibandingkan introver untuk berbohong selam interview kerja.
Orang berskor tinggi dalam keterbukaan
pada pengalam lebih kreatif dalam ilmu pengetahuan dan seni dibandingkan yang
berskor rendah. Oleh karena kreatifitas lebih penting bagi kepemimpinan, orang
– orang yang terbuka lebih mungkin menjadi pemimpin yang efektif dan lebih
nyaman dan ambiguitas. Merka menhadapi perubahan organisasi dengan lebih
adaktif dalam konteks yang beragam. Bukti terkini menyatakan mereka rentan pada
kecelakaan tempat kerja.
Anda mungkin menyangka orang – orang
yang ramah lebih bahagia daripada yang tidak. Ya benar, tapi hanya sedikit.
Ketika orang memiliki pasangan, teman, atau anggota tim organisasi yang
romantic, yang biasanya menjadi pilihan pertama adalah orang yang ramah. Juga lebih patuh dan taat peraturan, kurang
berisiko mengalami kecelakaan, dan lebih puas dalam pekerjaannya. Mereka
berkontribus pada knerja organisasi dengan terlibat dalam perilaku kependudukan
dan kurang mungkin terlibat dalam penyimpangan organisasi. Keramahan
diasosiasikan dengan level kesuksesan karirnya ( khususnya pendapatan ) yang
lebih rendah.
Faktor – faktor kepribadian lima besar.
Muncul dalam hampir semua studi lintas budaya termasuk China, Israel, Jerman,
Jepang, Spanyol, Nigeria, Norwegia, Pakistan, dan Amerika Serikat. Umumnya,
penemuan ini mendukung apa yang telah ditemukan dalam riset AS dari fitur –
fitur lima besar, kehati – hatian adalah predictor terbaik dalam kinerja.
C.
Dark
Triad
Dalam pengecualian atas uring – uringan,
fitur – fitur lima besar adalah apa yang kita sebut diinginkan secara sosial,
berarti kita akan senang untuk memiliki skor tinggi padanya. Para peneliti
telah menemukan bahwa tiga fitur yang tidak diinginkan sosial lainnya, yang
kita punyai dalam tingkatan yang beragam dan relevan terhadap perilaku
organisasi : yaitu Machiavellianisme, narsisme, psikopat. Merujuk pada sifat
negatifnya, para peneliti telah melabeli ketiganya sebagai Dark Triad meskipun, mereka tentu saja tidak selalu
menjadi bersamaan.
·
Machiavellianisme
Hao adalah manajer bank muda di
Shanghai. Ia menerima tiga promosi dalam lima tahun terakhir dan tidak meminta
maaf atas taktikagresif yang digunakannya dalam memajukan kariernya. “ Arti
nama saya adalah pintar, dan itulah saya. Saya melakukan apa saja untuk maju,”
katanya. Hao dikategorikan sebagai Machiavellian.
Karakteristik kepribadian Machiavellianisme ( sering disingat
mach) dianamai sesuai nama Niccolo Machiavelli, yang menulis pada Aba ke – 16
bagaimana memperoleh dan menggunakan kekuasaan. Seorang individu yang dominan
Machiavellianisme pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan percaya bahwa
hasil dapat membenarkan cara. “ jika itu
berhasil, gunakanlah,” konsisten dengan perspektif mach. Sejumlah riset telah
menemukan bahwa orang yang dominan mach memanipulasi lebih banyak, menang lebih
banyak, dipengaruhi lebih sedikit, serta memengaruhi orang lain lebih banyak,
menang lebih nanyak, dipengaruhi lebih sedikit, serta memengaruhi orang lebih
rendah dibandingkan Mach rendah. Mereka cenderung berperilaku agresif dan
terikat dengan perilaku kerja konterproduktif. Tinjauan literature baru – baru
ini menjelaskan bahwa Machiavellianisme bukan alat prediksi yang signifikan
terhadap tingkat kinerja secara keseluruhan. Pekerja yang berkategori Mach,
dengan memanipulasi orang lain demi keuntungan diri, menang dalam jangka
pendek, tetapi mereka kehilangan kemenangan itu dalam jangka panjang karena
menreka tidak disukai.
Efek dari Machiavellianisme tergantung
sedikit banyak pada konteksnya. Sebagian alasannya adalah bahwa kepribadian
individu memengaruhi situasi yang mereka pilih, salah satu menunjukkan bahwa
pencari kerja denga sifat Mach kurang
dipengaruhi perusahaan (CSR) yang tinggi. Studi lainnya menemukan bahwa
perilaku kepemimpinan etis Mach lebih tidak mungkin untuk ditranslasikan
kedalam keterlibatan pekerjaan pengikut melihat kedalam perilaku – perilaku ini
dan menyadari itu adalah sebuah kasus acting permukaan.
·
Narsisme
Sabrina suka menjadi pusat perhatian. Ia
sering melihat dirinya dicermin, memiliki mimpi besar, dan menganggap dirinya
orang dengan banyak talenta. Sabrina adalah orang yang narsis. Hal ini dinamai
sesuai mitos Yunani tentang Narcissius, anak muda yang sagat sombong dan angkuh
sanpai ia jatuh ciata sendiri dengan bayangannya. Dalam psikologi, narsisme
menjelaskan seseorang yang memiliki rasa berlebihan, memiliki rasa kelayakan,
dan angkuh. Bukti menyatakan orang yang narsis lebih karismatik daripada yang
lain.
Baik pemimpin maupun manajer cenderung
memiliki skor tinggi dalam narsisme, menyatakan bahwa tingkat pemusatan diri
sendiri tertentu diperlukan untuk sukses. Orang yang narsis juga melaporkan
bahwa level yang lebih tinggi ata motivasu kerja, keterlibatan kerja, dan kepuasan
hidup dibandingkan orang lain. Sebuah studi atas para pekerja bank Norwegia
mendapati bahwa mereka degan skor tinggi
dalam narsisme lebih menikmati pekerjaan mereka. Beberapa bukti menyatakan
bahwa orang yang lebih narsis lebih adaptif dan mengambil keputusan yang lebih
baik dibandingkan yang lain ketika keputusan itu kompleks.
Ketika narsisme tampaknya memiliki
sedikit hubungan dengan kinerja, ia cukup erat kaitannya dengan meningkatnya
perilaku kerja konter – produktif dan terkait dengan hasil – hasil negative
lainnya. Sebuah studi mendapati bahwa ketika orang narsis berfikir bahwa mereka
pemimpin yang lebih baik daripada koleganya, sedangkan atasan mereka menilai
mereka lebih buruk. Dalam konteks etis tinggi, pemimpin yang narsis mungkin
dinilai tidak efektif dan tidak etis.
Sebuah studi atas CEO narsis
mengungkapkan bahwa mereka melakukan lebih banyak akuisisi, membayar premium
lebih mahal atas akuisisi tersebut, mereka merespons kurang jelas atas
ukuran - ukuran kinerja, dan merespons
pujian media dengan melakukan lebih banyak akuisisi. Riset yang menggunakan
data yang digabungkan selama 100 tahun telah menunjukkan bahwa CEO yang narsis
dari organisasi bisbol menciptakan tingkat perputaran manajer yang lebih
tinggi, meskipun anggota organisasi eksternal melihat mereka lebih berpengaruh.
Narsisme dan efeknya tidak terbatas pada
CEO atau selebritis. Orang yang narsis lebih mungkin untuk memuat materi
promosi diri dalam halaman facebook mereka. Seperti efek Machiavellianisme,
efek narsisme beragam berdasarkan konteks. Sebuh studi atas pegawai Swiss Air
Force mendapat bahwa orang orang narsis cenderung lebih mungkin terganggu dalam
perasaan kurang diuntungka, berarti bahwa ketika menreka tidak memperoleh apa –
apa yang mereka inginkan, mereka lebih stress akan hal itu dibandingkan orang
lain.
·
Psikopat
Psikopat adalah bagian dari Dark Triad, tetapi dalam perilaku dalam
organisasi, ini tidak merujuk pada kegilaan. Dalam konteks perilaku organisasi,
psikopat didefinisikan sebagai
kurangnya kepedulian pada orang lain, dan kurangnya rasa bersalah atau menyesal
ketika tindakan mereka menyebabkan bahaya. Ukuran psikopat mencoba untuk
menilai motivasi seseorang untuk mengikuti norma sosial, kesiapan menipu untuk memperoleh hasil yang diinginkan dan efektivitas usaha –
usaha itu imulsivitas dan ketidakpedulian, yakni kurangnya kepedulian empati
bag orang lain.
Literature tidak konsisten mengenai
apakah psikopat atau fitur kepribadian abnormal lainnya penting bagi perilaku
kerja. Satu tinjauan menemukan sedikit korelasi atara ukuran psikopat dan
kinerja atau perilaku kerja konterproduktif. Sebuah studi menemukan bahwa
kepribadian antisosial yang erat kaitannya dengan psikopat, berhubungan positif
dengan kemajuan organisasi tetapi tidak terkait dengan aspek lainnya dari
kesuksesan karir dan efektivitas. Riset lainnya menyatakan bahwa psikopat
berhubungan dengan penggunaan taktik bullying ( ancaman fisik atau verbal ).
Kelicikan yang ditampilka orang berskor dalam sebuah organisasi tetap
mengindarkan mereka dari penggunaan kekuasaan itu demi kebaikan diri mereka
sendiri dan organisasi.
Organisasi yang ingin menilai psikopat
atau sifat abnormal lainnya perlu melakukan dengan hati – hati . undang –
Undang Penyandang Cacat Amerika ( ADA ) melarang diskriminasi terhadap individu
dengan keterbelakangan fisik dan mental. Sekitar 15% dari seluruh klaim ADA
melibatkan kecacatan mental, yang paling umum adalah depresi (44%) dan gangguan
kecemasan (18%). Sebuah studi terkini menemukan bahwa klaim kecacatan mental
ADA hanya sedikit lebih buruk dari klaim kecacatan fisik. Ini tidak berarti
bahwa organisasi harus merekrut setiap orang cacat mental dalam keputusan rekrutmen.
Bagaimana pun, jika mereka melakukannya ADA menempatkan panduan spesifik
tentang kapan itu merupakan faktor yang diizinkan, seperti ketika sakit
mencegah atau sangat membatasi kinerja efektif, dan ketika itu tidak dapat
diakomodasi secara wajar. Dengan berita relative dari riset Dark Triad,
menggunakan psikopatologi dalam keputusan kerja bisa membawa banyak resiko saat
ini dibandingkan imbal hasilnya.
D.
Pendekatan
– Penghindaran
MBTI, lima besar, dan Dark Triad bukan
hanya kerangka kerja teoritis kepribadian yang ada. Baru – baru ini, kerangka
kerja pendekatan – penghindaran telah menggunakan karakteristik – karakteristik
kepribadian sebagai motivasi. Motivasi pendekatan dan penghindaran mewakili
tingkat dimana kita beraksi pada
rangsangan, motivasi pendekatan adalah keterkarikan kita pada rangsangan
positif dan motivasi penghindaran adalah respons kita pada rangsangan negatif.
Kerangka kerja pendekatan – penghindaran
oleh karena itu mengorganisasikan sifat – sifat dan bisa membantu menjelaskan
bagaimana mereka memprediksi perilaku kerja. Satu studi menunjukka, misalnya
bahwa motivasi pendekatan dan penghindaran dapat membentu menjelaskan bagaimana
evaluasi diri inti memengaruhi kepuasan
kerja. Kerangka kerja itu juga mencakup beragam motif kita saat bertindak.
Misalnya, tekanan kompetitif cenderung memunculkan bagaimana evaluasi pendekatan ( orang bekerja lebih keras untuk
menang ) dan motivasi penghindaran (
orang terahlihkan dan terdemotivasi oleh ketakutan akan kekalahan ). Cara
seorang individu berkinerja bergantung pada motivasi mana yang mendominasi.
Studi lainnya mendapati bahwa ketika pendatang baru bergabung dengan perusahaan
IT di India, mereka menerima dukungan dari atasannya ( yang membantu pendatang
baru itu ), tetapi juga agresi verbal (atasan menawarkan ide – ide baru).
Dukungan memunculkan perilaku pendekatan (pendatang baru meminta umpan balik
atas kinerja kepada atasan). Agresi
memunculkan perilaku penghindaran ( pendatang baru menghindari berbicara kepada
atasan jika tidak benar – benar penting ). Efek bersih dari kinerjatergantung pada
yang mana yang mendominasi.
Ketika kerangka kerja pendekatan –
penghidaran telah memberikan beberapan pandangan penting terhadap perilaku
organisasi, ada bebera isu yang tidak diselesaikan. Pertama, apakah
kerangkakerja itu secara sederhana merupakan cara mengkategorikan sifat – sifat
positif dan negative, seperti kehati- hatian dan uring – uringan ? kedua sifat
– sifat apa yang cocok termasuk lima besar, Dark Triad dan lainnya tetapi sifat – sifat ini cukup berbeda.
Apakah kita cukup mendapatkannya dengan mengabungkan mereka untuk mengatasi
kemungkinan terlewatnya pandangan – pandangan lain dalam perilaku yang unik
satu sama lain? Riset dan evaluasi yang jauh lebih dibutuhkan.
2.1.4.
Sifat
Kepribadian Lainnya Yang Relevan Dengan Perilaku Organisasi
Sifat
– sifat lima besar telah menunjukkan terbukti sangat relevan dengan perilaku
organisasi, Dark Triad manjanjikan subjek untuk riset lebih lanjut, tatapi
mereka tidak mencakup kisaran sifat – sifat – sifat yang dapat menjelaskan
kepribadian seseorang. Sekarang kita akan melihat pada yang lainnya, lebih
spesifik, atribut – atribut yang merupakan prediktator yang kuat atas perilaku
dalam organsasi : evaluasi inti diri, pengawasan diri, dan kepribadian
proaktif.
·
Evaluasi
Inti Diri
Orang yang memiliki evaluasi inti diri ( core self evaluation (CSE) positif menyukai dirinya dan memnadang dirinya
efektif, mampu, dan dalam kendali atas lingkungannya. Mereka dengan evaluasi
diri negatif cenderung tidak menyukai dirinya. Evaluasi diri inti berhubungan
dengan kepuasan kerja karena orang – orang positif dalam sifat ini melihat
lebih banyak tantangan dalam pekerjaannya dan sebenarnya memperoleh pekerjaan
yang lebih kompleks.
Orang – orang dengan evaluasi inti diri
positif berkinerja lebih baik dibandingkan yang lainnya karena mereka menetapkan
sasaran yang lebih ambisius, lebih berkomitmen dengan sasarannya, dan bertahan
lbih lama dalam mencoba mencapainya. Satu studi mengenai agen asuransi jiwa
mendapati bahwa evaluasi inti diri merupakan perdiktor kritis dari kinerja.
Faktanya, studi ini menujukkan mayoritas agen penjual yang sukses memang
memiliki evaluasi inti diri yang positif. Sembilan puluh persen panggilan
telepon penjualan asuransi jiwa berakhir dengan penolakan, sehingga seorang
agen harus percaya pada dirinya untuk bertahan. Orang yang memilki evaluasi
initi diri dengan skor tinggi memberikan layanan pelanggan yang lebih baik,
rekan kerja yang lebih popular, dan memilki karier yang dimulai dengan langkah
yang lebih baik dan lebih menajak sepanjang waktu. Mereka berkinerja sangat
baik jika mereka merasa pekerjaannya memberikan arti dan membantu orang lain.
Apa yang terjadi jika seorang berfikir
ia mampu, tetapi tidak kompeten ? satu studi kasus ata CEO Fortune 500
menunjukkan bahwa yang terlalu percaya diri, dan ketidakmampuan mereka sering
menyebabkan mereka mengambil keputusan buruk. Teddy Fortman , presiden raksasa
pemsaran IMG, mengatakan tentang dirinya, “ Saya mengetahui talenta yang
diberikan Tuhan untuk melihat potensi”. Orang – orang seperti Forstman bisa
dibilang terlalu percaya diri, tetapi mereka denga CSE yang lebih rendah bisa
menjual diri lebih rendah dan kurang bahagia dan efektif dibandingkan mereka
yang mampu karenanya. Jika oran – orang memutuskan mereka tidak dapat melakukan
sesuatu, mereka bisa tidak mecoba, oleh karena itu memunculkan rasa ragu akan
dirinya.
·
Pengawasan Diri
Joyce selalu dalam masalah saat bekerja.
Meskipun ia kompeten, pekerja keras dan produktif, ia dinilai tidak lebih dari
rata – rata tinjauan kinerja, dan ia tampaknya memiliki karier yang mengganggu
atasanya. Masalah Joyce adalah bahwa ia tidak kompeten secara politis. Ia idak
mampu agar menyesuaikan perilakunya agar cocok dengan situasi yang berubah.
Seperti yang dikatannya, “ Saya jujur pada diri saya, saya tidak mengubah diri
untuk oranglain”. Joyce memiliki pengawasan diri yang rendah.
Pengawasan diri ( self - monitoring)
menjelaskan seseorang individu untuk menyesuaikan perilakunya denga faktor –
faktor situasional eksternal. Pengawasan diri yang tinggi menujukkan
adaptabilitas yang cukup dalam menyesuaikan perilakunya denga petunjuk –
petunjuk perilaku ekternal dengan berperilaku yang berbeda dalam situasi yan
beragam, kadang – kadang menampilkan kontradiksi yang berbeda antara tampilan
umum dan pribadi. Pengawasan diri rendah seperti Joyce tidak dapat menyamarkan
dirinya dengan cara yang demikian. Mereka cenderung menampilkan disposisi dan
sikap mereka yang sebenarnya dalam
setiap situasi, oleh karena itu ada konsistensi perilaku yang tinggi antara
siapa mereka dan apa yang mereka kerjakan.
Bukti menujukkan bahwa pengawasan diri
tinggi sangat memperhatikan perilaku orang lain yang lebih mampu untuk menyesuaikan
diri dibandingkan pengawas diri rendah. Mereka juga memperoleh peringkat
kinerja yang lebih baik, lebih mungkin tampil sebagai pempimpin, dan
menunjukkan komitmen yang kurang pada organisasinya. Selain itu manajer
pengawas diri tinggi cenerung lebih mobile dalam kariernya, menerima banyak
promosi ( baik internal maupun lintas organisasi), dan lebih mungkin menduduki
posisi sentral dalam organisasi
·
Kepribadian Proaktif
Apakah anda pernah memperhatikan bahwa
orang orang secara aktif mengambil insiatif untuk memperbaiki kondisi saat ini
atau menciptakan yang baru ? ini adalah kepribadian proaktif mengidentifikasi
peluang, menujukkan inisiatif, mengambil tindakan, dan bertahan sampai
perubahan yang berarti terjadi dibandingkan yang lain dan beraksi pasif
terhadap situasi. Tidak mengejutkan,
individu – individu yang proaktif memiliki banyak perilaku yang diinginkan
organisasi. Mereka juga memilki level kinerja dan kesuksesan kinerja yang lebih
baik.
Adakah sisi buruk memilki kepribadia
proaktif berhubungan negatif dengan
persistensi dalam pencarian kerja, individu – individu lebih proaktif lebih
cepat memperoleh pekerjaan. Bagaimanapun bisa jadi bahwa proaktivitas mencakup
mengetahui kapan harus mundur dan mempertimbangkan uang alternative –
alternative dalam menghadapi kegagalan.
Kepribadian proaktif bisa jadi penting
dalam tim kerja. Satu studi atas 95 klaim R&D di 33 perusahaan Cina
mengungkapkan bahwa tim dengan tinkat proaktif rata – rata tinggi lebih
inovatif. Seperti sifat – sifat lainnya, kepribadian proaktif lebih dipengaruhi
oleh konteksnya. Satu studi atas tim cabang di Cina mendapati bahwa jika
seorang pemimpin tidak proaktif , manfaat dari proaktivitas tim itu tidak akan
berkembang atau tertahan karena pemimpin itu.
Singkatnya, ketika kepribadian proaktif
bisa menjadi penting bagi kinerja inividu dan tim, seperti semua sifat itu bisa
memiliki kekurangan, dan efektivitasnya
bisa tergantung pada konteksnya.
Kepribadian
dan Situasi
Di
awal kita mendiskusikan bagimana menunjukkan bahwa hereditas lebih penting
dibandingkan lingkungan dalam mengembangkan kepribadian kita. Lingkungan tidak
relevan. Beberapa sifat kepribadian seperti lima besar cenderung lebih efektif
pada hampir semua lingkungan atau situasi. Misalnya, riset mengidikasikan bahwa
kehati – hatian berguna dalam kinerja kebanyakan pekerjaan, dan ekstraversi
berhubungan dengan kemunculan sebagai pemimpin dalam kebanyakan situasi.
Semakin
meningkat, kita mempelajari bahwa efek sifat – sifat tertentu pada perilaku
organisasi tergantung pada situasi. Dua kerangka kerja teoritis membantu
menjelaskan bagaimana ini bekerja.
Kekuatan Situasi. Bayangkan
anda dalam sebuah rapat dengan departemen anda. Bagaimana memungkinkannya anda
akan berjalan keluar ditengah – tengah rapat, berteriak pada seseorang,
membelakangi kelompok, atau tertidur, Mungkin sangat tidak mungkin. Sekarang
anggaplah anda sedang bekerja dari rumah. Anda mungkin bekerja dengan
mengenakan piyama, mendengarkan musik yang keras atau tidur – tiduran.
Teori
kekuatan situasi mengusulkan bahwa cara berpibadian bertranslasi kedalam
perilaku bergantung pada kekuatan situasi. Dengan kekuatan situasi, maksudnya
adalah tingkat dimana norma – norma. Petunjuk, atau standar mendikte perilaku
yang pantas. Situasi yang kuat menekan kita untuk menampilkan perilaku yang
benar dengan jelas menujukkan perilaku yang benar dengan jelas menujukkan
perilaku apa itu dan melarang perilaku yang salah. Sebaliknya, dalam situasi
yang lama, “ apapun terjadi,” sehingga kita lebih bebas untuk mengungkapkan kepribadian
kita dalam perilaku. Oleh karena itu, riset menyatakan bahwa sifat – sifat
kepribadian lebih baik memprediksi perilaku dalam situasi yang lemah
dibandingkan dalam situasi yang kuat.
Para
peneliti telah menganalisis kekuatan situasi dalam organisasi dari segi empat
elemen. Yaitu sebagai berikut :
1. Kejelasan,
atau tingkat dimana petunjuk – petunjuk mengenai kewajiban dan tanggung jawab
kerja tersedia dan jelas. Pekerjaan yang jelas menghasilkan situasi yang kuat
karena individu dapat segera menentukan apa yang dilakukan, sehingga
meningkatkan peluang bahwa setiap orang berprilaku yang sama. Misalkan,
pekerjaan petugas kebersihan mungkin memberikan penjelasan yang lebih tinggi
tentang apa yang perlu dilakukan dibandingkan pekerjaan pengasuh.
2. Konsistensi,
atau tingkat diaman petunjuk – petunjuk tentang kewajiban tanggung jawab cocok
satu sama lain. Pekerjaan dengan konsistensi tinggi mewakili situasi yang kuat
karena semua petunjuk mengarah pada perilaku sama yang diinginkan. Pekerjaan
perawat di unit perawatan akut misalnya memiliki konsistensi lebih tinggi
dibandingkan pekerjaan manajer.
3. Batasan,
atau tingkat diamana kebebasan individu untuk memutuskan atau berindak dibatasi
kekuatan – kekuatan diluar kendalinya. Pekerjaan dengan banyak batasan mewakili
situasi yang kuat karena seorang individu memiliki kebijakan individu yang
terbatas. Pemeriksa bank misalnya, mungkin merupakan pekerjaan dengan batasan
yang lebih kuat dibandingkan polisi hutan.
4. Konsekuensi,
atau tingkat dimana keputusan atau tindakan memiliki implikasi penting bagi
organisasi dan anggotanya, klien, pasokan, dan seterusnya. Pekerjaan dengan
konsekuensi penting memiliki situasi yang kuat karena lingkungan mungkin lebih
terstruktur untuk menghindari kesalahan. Pekerjaan ahli bedah misalnya,
memiliki konsekuensi yang lebih tinggi dibandingkan guru bahasa asing.
Beberapa
peneliti telah berspekulasi bahwa organisasi, berdasarkan definisi merupakan
situasi yang kuat karena karena menerapkan aturan, norma, dan standar yang
mengatur perilaku. Batasan – batasan ini biasanya wajar. Misalnya, kita tidak
akan ingin seorang pekerja merasa bebas untuk terlibat dalam pelecehan seksual,
misalkan melakukan prosedur akuntansi yang tidah sah, atau datang bekerja hanya
saat suasana hati mendukung.
Namun
tidak berarti bahwa atran selalu diinginkan oleh organisasi untuk menciptakan situasi
yang kuat bagi para pekerjanya. Pertama, pekerjaan dengan aturan – aturan yang
luar biasa banyak dan proses dikendalikan sangat ketat bisa jadi membosankan
dan menyebabkan penurunan motivasi. Bayangkan semua pekerjaan dieksekusi
dengansebuah pendekatan lini rakitan. Kebanyakan dari kita menyukai memilki
kebebasan kebebasan tertentun untuk bagaimana kita melakukan pekerjaan kita.
Kedua, setiap orang berbeda, pekerjaan yang menurut seseorang baik mungkin akan
terlihatburuk bagi lainnya. Ketiga, situasi yang kuat mungkin akan menekan
kreativitas, inisiatif, dan keleluasan yang disebabkan oleh beberapa budaya.
Satu studi terkini misalnya, mendapati bahwa situsi organisasi lemah, para
pekerja lebih mungkn berperilaku proaktif sesuai dengan nilai – nilain mereka.
Terakhir, pekerjaan semakin kompleks dan terkait secara global. Menciptakan
aturan – aturan yang kuat untuk mengatur system – system yang kompleks,
berhubungan, dan beragam secara budaya mungkuin tidak hanya sulit tapi tidak
bijaksana. Manajer perlu mengenali peran kekuatan situasi di tempat kenja dan
menemukan keseimbangan yang pantas.
Teori
Aktivasi Sifat. Kerangka kerja teoritis penting lain yang digunakan untuk
memahami activator situasional bagi kepribadian disebut teori ativasi sifat
(trait activation theory [TAT]). TAT memprediksi memprediksi bahwa beberapa
situasi, peristiwa, atau intervensi mengaktivasikan sebuah sifat lebih dari
yang lainnya. Misalnya rencana kompensasi berbasis komisi akan mungkin
mengaktivasi perbedaan – perbedaan individu dalam ekstraversi karena
ekstraversi lebih sensitive pada imbalan dibandingkan, katakanlah keterbukaan.
Sebaliknya dalam pekerjaan yang mengizinkan ekspresi kreativitas individu, perbdaan
– perbedaan individu dalam keterbukaan bisa
lebih baik dalam memprediksi perilaku kreatif daripadan perbdaan – perbedaan
individu dalam ekstraversi.
Sebuah
studi menemukan bahwa orang – orang yang belajar online memiliki respons
berbeda ketika perilaku mereka dimonitor secara elektronik. Mereka yang memiliki
ketakutan besar terhadap kegagalan memilki kecemasan evaluasi yang lebih tinggi
dibandingkan yang lain dan kurang belajar secara signifikan. Dalam kasus ini
satu karakteristi dari lingkungan ( pengawasan elektronik) mangaktivasi sebuah sifat ( takut gagal) dan
kombinasi dari keduanya berarti berkurangnya kinerja. TAT juga dapat bekerja
secara positif. Sebuh studi terbaru yang menerapkan TAT menemukan bahwa
perbedaan – perbedaan individu dalam kecenderungan untuk berperilaku sosial
lebih terlihat ketika rekan kerja tidak suportif. Dengan kata lain dalam sebuah
lingkunga suportif, setiap orang berperilaku sosial, tetapi dalam lingkungan
tidak terlalu menyenangkan, individu yang memilki kepribadian unuk berperilaku
sosial memilki sebuah perbedaan besar.
Bersama
– sama teori kekuatan situasi dan aktivasi menunjukkan bahwa debat mengenai
sifat alami versus sifat yang dipelihara mungkin lebih baik dibingkai dengan
sifat alami dan sifat yang dipelihara. Tidak hanya dipengaruhi satu sama lain,
tetapi mereka juga berinteraksi satu sama lain. Dengan kata lain, kepribadian
memengaruhi perilaku kerja dan situasi mempengaruhi perilaku kerja, tetapi
ketika situasinya tepat, kekuatan keprinadian untuk memprediksi perilaku bahkan
lebih tinggi.
2.2.
Nilai
2.2.1.
Definisi
Nilai
Nilai
( value ) mengandung elemen penilaian karena mengandung ide – ide seorang
individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan. Ia memilki atribut isi
maupun intensitas. Atribut ini mengatakan sebuah mode tindakan atau keberadaan
akhir yang penting. Atribut intensitas menspesfikkan seberapa pentingnya. Kita
memperingkat nilai dari sisi intensitas, kita memperoleh system nilai ( value
system) orang tersebut. Kita semua memilki sebuah hierarki nilai menurut
kepentingan relative yang kita berikan kepada nilai – nilai seperti kebebasan,
kesenangan, hormat diri, kejujuran, kepatuhan, dan kesamaan.
Nilai
cenderung relative stabil dan bertahan. Banyak nilai yang dari kita pegang
dibentuk saat kita masih kecil oleh orang tua, guru, teman dan yang lainnya,
sebagai anaka kita diberi tahu mana perilaku atau tujuan ynag selalu diinginkan
dan selalu tidak diinginkan, dengan sedikit area abu – abu. Misalnya, anda
tidak pernah diajarkan untuk hanya sedikit jujur atau sedikit bertanggung
jawab. Jadi karakteristik – karakteristik hitam atau putih dari nilai adalah
bersifat absolut, sehingga menjamin stabilitas dan kelangsungannya. Nilai –
nilai dapat berubah jika kita meragukannya, tetapi umumnya nilai – nilai itu
tertanam semakin kuat. Ada juga bukti hubungan antara keprinadian dan nilai
menyiratkan nilai kita bisa saja sebagian ditentukan oleh sifat – sifat yang
ditransmisikan secara genetik.
2.2.2.
Pentingnya
Nilai dan Pembentukan Nilai
Nilai
memberikan fondasi bagi pemahaman kita mengenai sikap dan motivasi orang –
orang serta pengaruh persepsi kita. Kita memasuki organisasi dengan ide –ide
yang ditanamkan sebelumnya mengenai apa yang sebaiknya dan tidak sebaiknya
dikerjakan. Ide – ide ini tidak bebas dari nilai sebaiknya mereka mengandung
interpretasi kita tentang yang benar dan
salah serta pilihan kita untuk perilaku atau tujuan tertentu terhadap pihak
lain. Nilai mengaburkan objektivitas dan rasionalitas mereka mempengaruhi sikap
dan perilaku.
Andaikan
anda memasuki sebuah organisasi dengan pandangan yang mengalokasikan gaji
berdasarkan kinerja yang benar , sedangkan gaji berdasarkan senioritas adalh
salah. Bagaimana anda bereaksi jika anda mendapati bahwa organisasi yang baru
saja anda masuki lebih menghargai senioritas daripada kinerja, anda mungkin
akan kecewa ini akan berujung kepada ketidakpuasan kerja dan keputusan untuk
tidak mengerahkan usaha karena, “ itu mungkin akan membawa anda kemana –
mana,” apakah sikap dan perilaku anda
berbeda jika anda sejalan dengan kebijakan gaji organisasi, sangat mungkin.
Nilai
terminal versus instrumental bagaimana kita mengorganisasikan nilai ? seorang
peneliti Milton Rokeach berpendapat bahwa kita dapat memisahkan mereka dalam
dua kategori. Pertama disebut nilai terminal ( interminal value), merujuk
kepada hasil akhir yang diinginkan. Ini meruoakan sasaran yang ingin dicapai
seseorang dalam hidupnya. Disebut nilai instrumental ( instrumental Value )
karena merujuk kepada mode perilaku yang lebih disuka atau alat untuk mencapai
nilai terminal. Beberapa contoh nilai terminal adalah kesejahteraan dan
kesuksesan ekonomi, kebebasan, kesehatan dan kebaikan, kedamaian dunia, serta
arti hidup. Contoh – contoh nilai
instrumental adalah otonomi dan harapan diri, disiplin pribadi, kebaikan, serta
orientasi sasaran. Masing – masing dari kita menempatkan nilai baik pada hasil
( nilai terminal ) dan alat ( nilai instrumental ) keseimbangan diantara
keduanya penting, sebgaimana pemahaman tentang alat untuk mencapainya. Nilai
terminal instrumental beragam per individu.
2.2.3.
Nilai
Nilai Generasi
·
Kelompok
Kerja Kontemporer. para peneliti telah
mengintegrasikan beberapa analisis terbaru dari nilai – nilai kerja kedalam
kelompok mencoba menangkap nilai – nilai unik dari kelompok atau generasi
berbeda dalam angkatan kerja AS. oleh karena itu karena kebanyakan orang mulai
bekerja diantara umur 18 dan 23, era – era itu juga sangat berkorelasi dengan
umur – umur pekerja.
·
Generasi
Lonjakan Bayi (nany boomers) merupakan sebuah
kelompok besar yang dilahirkan sesudah Perang Dunia II ketika pensiunan perang
kembali ke keluarganya dan keadaan membaik. Mereka memasuki angkatan kerja dari
pertengahan 1960-an sampai pertengan 1980-an. Mereka membawa “etika hippie” dan
tidak mempercayai otoritas. Tetapi mereka menempatkan penekanan kuat pada
pencapaian dan kesuksesan material. Pada pragmatis yang percaya bahwa hasil
akhir menunjukkan seberepa keras mereka bekerja dan ingin menikmati buah kereja
kerasnya. Mereka melihat organisasi yang mempekerjakan mereka hanya sebagai
kendaraan bag kariernya. Nilai terminal seperti rasa pencpaian dan pengakuan
sosial tinggi kedudukannya bagi mereka.
·
Kehidupan
Generasi X telah dibentuk oleh globalisasi, dua
orang tua yang berkarier , MTV, AIDS dan computer. Mereka menghargai
fleksibilitas, pilihan – pilihan hidup dan pencapaian kepuasan kerja. Keluarga
dan hubungan sangat penting. Mereka skeptic, terutama tentang otoritas. Mereka
juga menikmati pekerjaan berorientasi tim. Dalam pencarian keseimbangan hidup,
mereka kurang bersedia mengorbankan pribadi demi pemberi kerjanya dibandingkan
generasi sebelumnya. Mereka sangat menjunjung tinggi persahabatan sejati,
kebahagiaan, dan kesenangan.
·
Generasi
milenium adalah generasi yang tumbuh selama
masa-masa sejahtera. Mereka memiliki ekspektasi tinggi dan mencari arti
pekerjaan mereka. Mereka memiliki sasaran hiduo yang lebih terorientasi pada
kekayaan (81%) dan popularitas (51%) dibandingkan generasi X ( 62% dan 29%,
berturut – turut), tetapi mereka juga melihat diri mereka bertanggung jawab
secara sosial. Menerima keragaman, generas millennium adalah generasi pertama
yang meremehkan teknologi. Lebih dibandingkan generasi lainnya, mereka
cenderung membicarakan jaringan elektronik, dan kewirausahaan. Pada waktu yang
sama, beberapa telah menjelaskan generasi millennium sebagai generasi bebas dan
miskin. Mereka juga menyukai umpan balik. Sebuah surveu Ernst & Young
menemukan bahwa 85% generasi millennium menginginkan “umpan balik kinerja yang
sering dan jujur,” dibandingkan dengan hanya setengah generasi lonjakan bayi.
Meskipun
menarik untuk membahas nilai – nilai pada generasi, ingatlah klarifikasi–
klarifikasi ini belum cukup didukung oleh riset yang solid. Riset – riset
sebelumnya masih lemah karena permasalahan metodologi yang menyulitkan
penilaian apakah perbedaan – perbedaan lintas generalisasi yang dilebih –
lebihkan atau tidak benar. Studi yang telah menemukan perbedaan lintas generasi
itu beda. Satu studi yang menggunakan sebuah desain longitudinal yang pantas
memang menemukan nilai yang ditempatkan pada kesenangan yang telah meningkat
selama generasi dari generasi lonjakan bayi ke generasi millennium dan
sentralisatas kerja telah menurun, tetapi ia tidak mendapati bahwa generasi
millennium memiliki nilai kerja yang lebih altruistic seperti yang diharapkan.
Klarifikasi generasional bisa membantu kita memahami generasi kita sendiri dan
generasi lainnya dengan lebih baik tetapi kita juga harus mangapresiasikan
batasan 0 batasannya.
2.2.4.
Mengaitkan
Kepribadian dan Nilai – Nilai Individu di Tempat Kerja
Tiga puluh tahung yang
lalu, organisasi hanya peduli dengan kepribadian karena focus utama mereka adalah
mencocokkan individu dengan pekerjaan tertentu. Pertimbangan itu telah
berkembang dengan mengikutsertakan seberapa baik kepribadian dan nilai individu
itu cocok dengan organisasi? mengapa? Oleh karena itu dewasa in kurang tertarik
dengan kemampuan seorang pelamar dan pekerjaan spesifik dibandingkan dengan
fleksibilitas-nya untuk memenuhi situasi yang berubah dan komitmennya pada
organisasi.
Sekarang kita akan
mendiskusikan kecocokan orang – pekerjaan dan orang – organisasi dengan lebih
detail.
·
Kecocokan
Orang-Pekerjaan
Usaha
untuk mencocokah tuntutann pekerjaan dengan karakteristik kepribadian
diartikulasikan paling baik dalam teori kecocokan kepribadian-pekerjaan
(personality-job fit theory) John Holland. Holland menampilkan enam tipe
kepribadian serta mengusulkan bahwa kepuasan dan keinginan untuk meninggalkan
sebuah posisi bergantung pada seberapa baik individu itu mencocokkan kepribadiannya
dengan sebuah pekerjaan.
Holland
mengembangkan kuesioner Persediaan Pilihan Vokasional yang mengandung 160 kewajiban
pekerjaan. Responden mengindikasikan mana yang mereka seukai atau tidak disukai
atau tidak disukai, dan jawaban mereka membentuk profil kepribadian dengan
bentuk heksagonal. Semakin dekat dua bidang atau orientasi dalam heksagon,
semakin cocok mereka. Kategori yang berdekatan cukup mirip, sedangkan yang
berlawanan diagonal sangat tidak mirip.
Apa
arti semua ini? Teori berpendapat bahwa kepuasan tertinggi dan perputaran
terendah ketika kepribadian dan pekerjaan cocok. Seorang realistis dalam
pekerjaan yang realistis berada dalam pekerjaan investigative. Seorang yang
realistis dalam pekerjaan sosial berada dalam situasi yang paling tidak
kongruen. Poin penting dari model ini adalah orang – orang yang memilki
pekerjaan yang kongruen dengan kepribadiannya seharusnya lebih puas dan kurang
berisiko mengndurkan diri daibandingkan orang – orang yang memliki pekerjaan
yang tidak konruen.
·
Kecocokan
Orang-Organisasi
Kita
telah memperhatikan bahwa para peneliti telah mengamati kecocokan orang dengan
organisasi sebagaimana dengan pekerjaan. Jika sebuah organisasi menghadapi
lingkungan yang dinamis dan berubah serta membutuhkan pekerja untuk siap
mengubah tugas – tugas dan berpindah antartim dengan mudah, maka yang lebih
penting adalah melihat kecocokan kepribadian pekerja dengan budaya keseluruhan
organisasi dibandingkan dengan karakteristik setiap pekerjaan.
Kecocokan
orang organisasi pada dasarnya berpendapat bahwa orang – orang yang tertarik
pada dan dipilih oleh organisasi yang sesuai yang sesuai dengan nilai – nilai
mereka, dan mereka meninggalkan organisasi yang tidak cocok dengan
kepribadiannya. Misalnya, dengan menggunakan terminology Lima Besar, kita dapat
mengharapkan bahwa orang orang yang sangat ekstrover cocok dengan bdaya agresif
dan berorientasi tim, bahwa orang yang sangat ramah cocok dengan iklim
organisasi yang mendukung daripada yang berfokus pada kegresifan, dan bahwa
orang yang sangat terbuka pada pengalaman cocok dengan organisasi yang
menekankan inovasi dibandingkan standarisasi. Mengikuti panduan – panduan ini
pada saat merekrut, membantu mengidentifikasi pekerja – pekerja baru yang lebih
cocok dengan budaya organisasi, yang kemudian mengahasilkan kepuasan pekerja
dan mengurangi jumlah pekerja yang mengundurkan diri ( perputaran ). Riset pada
kecocokkan orang-organisasi juga telah melihat apakah nilai – nilai orang cocok
dengan budaya organisasi. Kecocokkan ini memperediksi kepuasan kerja, komitmen
pda organisasi, dan perputaran yang rendah. Beberapa riset mendapati bahwa
kecocokkan orang-organisasi lebih penting dalam memprediksi perputaran pekerja
di Negara keloktivistik (India) daripada di Negara yang lebih individualitas
(Amerika Serikat).
(Amerika Serikat).
2.2.5.
Nilai
– Nilai Internasional
Salah
satu pendekatan yang paling dirujuk secara luas untuk menganalisis variasi
diantara budaya dilakukan di akhir 1970-an oleh Greet Hofstede. Hofstede
menyurvei lebih dari 116.000 pekerja IBM di 40 negara mengenai nilai – nilai
terkait pekerjaan mereka dan mendapati bahwa manajer dan pekerja beragam dalam
lima dimensi nilai budaya nasional :
·
Jarak kekuasaan. Jarak
kekuasaan menjelaskah dimana orang orang dalam suatu Negara menerima bahwa
kekuasaan dalam institusi dan organisasi menyebar tidak merata. Peringkat yang
tinggi dalam jarak kekuasaan berarti bahwa ketidaksamaan yang besar atas
kekuasaan dan kekayaan ada dan ditoleransi dalam budaya, sebgaimana dalam
sebuah sistem kelas atau kasta yang menahan mobilitas ke atas. Peringkat jarak
kekuasaan yang rendah mengarakteristikkan masyarakat yang menekan kesamaan dan
peluan.
·
Individualisme versus
kolektivisme. Individualisme adalah tingkat dimana orang – orang lebih memilih
untuk bertindak secar individu dibandingkan sebagai anggota kelompok dan
mempercayai hak – hak individu di atas segalanya. Kolektivisme menekankan
kerangka sosial yang ketat dimana orang – orang mengharapkan yang lain dalam
kelompok menjadi bagiannya untuk merawat dan melindungi mereka.
·
Maskulinitas versus
femininitas. Konsep maskulinitas Hofstde adalah tingkat dimana adalah budaya
menyukai peran – peran maskulin tradisional seperti pencapaian, kekuasaan dan
kendali berlawananan dengan pandangan pria dan wanita yang sama. Peringkat
maskulinitas yang tinggi mengindikasikan budaya telah memisahkah budaya pria
dan wanita, dengan pria yang mendominasi masyarakat. Peringkat femininitas
tinggi berarti buday melihat sedikit antara perbedaan antara peran pria dan
wanita dan memperlakukan wanita sama dengan pria dalam segala hal.
·
Penghindaran
kepastian. Tingkat dimana orang – orang dalam suatu negara lebih memilih situasi
yang terstruktur menentukan kepastian penghindaran mereka. Dalam budaya dengan
skor pengindaran yang tinggi, orang orang memilki tingkat kecemasan yang tinggi
mengenai ketidakpastian dan ambiguitas dan menggunakan hukum dan kontrol untuk
mengurangi ketidakpastian. Orang – orang dengan budaya penghindaran
ketidakpastian yang rendah lebih menerima ambiguitas, kurang berorientasi pada
peraturan, mengambil lebih banyak resiko, dan lebih siap menerima perubahan.
·
Orientasi jangka
panjang versus jangka pendek. Tambahan terbaru pada tipologi Hofstde mengukur
kesetiaan masyarakat pada nilai – nilai tradisional. Orang – orang dalam budaya
orientasi jangka panjang melihat masa depan dan menghargai kebijaksanaan,
persistensi, serta tradisi. Dalam orientasi jangka pendek, orang – orang
menilai disini dan saat ini mereka lebih siap menerima perubahan dan tidak
melihat komitmen sebagai rintangan untuk berubah.
Bagaimana
skor beberapa negara dalam dimensi Hofstde? Misalnya, jarak kekuasaan lebih
tinggi di Malaysia daripada negara lainnya. Amerika Serikat sangat
individualis, faktanya amerika merupakan negara paling individualis disbanding
semua negara ( diikuti oleh Australia dan Inggris Raya). Amerika Serikat juga
cenderung berada dalam orientasi jangka pendek dan rendah dalam jarak kekuasaan
( orang – orang di Amerika Serikat cenderung menerima perbedaan – perbedaan
kelas yang terbebtuk antara orang – orang). Ia juga relative rendah dalam
penghindaran ketidakpastian, berarti kebanyakn orang – orang relative rendah
terhadap ketidakpastian dan ambiguitas. Amerika Serikat memilki skor relatif
tinggi terhadap maskulinitas, kebanyakan orang-orang menekankan peran – peran
jenis kelamin tradisional ( setidaknya relatif terhadap negara-negara Denmark, Finlandia, Norwegia, dan Swedia ).
Anda
akan memperhatikan perbedaan – perbedaan regional. Negara – Negara barat dan
utara seperti Kanada dan Belanda cenderung lebih individualis. Negara – Negara
lebih miskin seperti Meksiko dan Filipina cenderung lebih tinggi dalam jarak
kekuasaan. Negara – Negara Amerika
Selatan cenderung lebih tinggi dibadingkan dengan Negara lainnya dalam
penghindaran ketidakpastian, dan Negara – negara Asia cenderung memiliki
orientasi jangka panjang.
Dimensi
budaya Hofstede telah sangat berpengaruh besar terhadap peneliti perilaku
organisasi dan manajer. Meskipun demikian, risetnya telah dikritik. Pertama,
meskipun datanya telah diperbaharui sejak itu, riset awalnya dilakukan tga
tahun yang lalu dan didasarkan pada perusahaan tunggal (IBM). Banyak yang telah
terjadi didunia sejak saat itu. Beberapa perubahan yang paling tampak termasuk
runtuhnya Uni Soviet, transformasi Eropa Tengah dan timur, akhir dari pembedaan
ras di Afrika Selatan, naiknya Cina sebagai kekuatan global, dan mulainya
resesi dunia. Kedua, sedikit peneliti yang telah benar – bear membaca detail
metodologi Hofstede dan oleh karena itu tida sadar mengenai banyak keputusan
dan penilaian yang harus ia buat ( misalnya, mengurangi jumlah nilai – nilai
budaya menjadi lima). Meskipun adanya pertimbangan- pertimbangan tersebut,
Hofstede telah menjadi salah satu ilmuwan sosial yang paling banyak dikutip ,
dan kerangka kerjanya telah meninggalkan jejak abadi dalam perilaku organisasi.
Riset
terbaru yang mencakup 598 studi dengan lebih dari 200.000 responden telah
menginvestigasi hubungan nilai – nilai budaya Hofstede dan ragam kriteria
organisasi baik pada level individu maupun negara. Secara keluruhan, kelima
budaya orisinal merupakan predictor yang sama kuatnya atas hasil yang relevan,
berarti para peneliti dan manajer perlu meneliti budaya secara holistis dan
tidak hanya fokus pada satu atau dua dimensi. Para peneliti juga menemukan
bahwa mengukur skor individu mengasilhan prediksi yang lebih baik dari
kebanyakan hasil daripada menugaskan nilai – nilai budaya yang sama pada suatu
negara. Kesimpulannya, riset ini menyatakan bahwa kerangka nilai Hofstede bisa
menjadi cara berfikir berharga mengenai perbedaan – perbedaan diantara orang –
orang, tetapi kita seharusnya lebih berhati – hati dalam mengasumsikan semua
orang dari satu negara memiliki nilai yang sama.
Kerangka
GLOBE untuk menilai budaya. Dimulai tahun 1993, program riset Kepemimpinan
Global dan Efektivitas Perilaku Organisasi (GLOBE) adalah sebuah investigasi
lintas budaya yang berkelanjutan atas kepemimpinan dan budaya nasional. Dengan
menggunakan data dari 825 organisasi di 62 negara, tim GLOBE mengidentifikasi
Sembilan dimensi yang membedakan budaya nasional. Beberapa seperti jarak
kekuasaan, individualisme/kolektivsme, penghindaran ketidakpastian, diferensiasi
jenis kelamin ( mirip dengan maskulinitas versus fimininitas), dan orientasi
masa depan ( mirip orientasi jangka panjang versus jangka pendek) menyerupai
dimensi – dimensi Hofstede, perbedaan utamaadalah bahwa kerangka GLOBE
menambahkan dimensi – dimensi seperti orientasi kemanusiaan ( tingkat dimana
masyarakat menghargai individu yang altruistik, murah hati dan baik pada orang
lain) serta orientasi kinerja (tingat dimana masyarakat mendorong dan
menghargai anggota kelompok atas perbaikan kinerja dan kesempurnaan).
Kerangka
mana yang lebih baik? Itu sulit dikatakan, dan masing – masing memiliki
pendukungnya. Kita mmberi penekanan – penekanan lebih kepada dimensi – dimensi
Hofstede disini karena mereka tahan uju sepanjang waktu dan studi Globe
berusaha menjelaskannya. Misalnya sebuah tinjauan dari sebuah literatur
komitmen organisasi menunjukkan baik dimensi individualisme/kolektivisme
Hofstede maupun Globe bekerja dengan sempurna. Khususnya kedua kerangka itu
menujukkan bahwa komitmen organisasi cenderung lebih rendah dalam negara –
negara individualis. Studi ini menunjukkan bahwa terlalu sering kita mengambil
pilihan yang salah, kedua kerangka itu memiliki banya kesamaan, dan masing –
masing memiliki sesuatu yang ditawarkan.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kepribadian berarti bagi perilaku
organisasi. Ia tidak menjelaskan semua perilaku tetapi ia menetapkan
tahapannya. Teori dan riset yang berkembang mengungkapkan bagaimana kepribadian
berarti lebih dalam beberapa situasi dibandingkan yang lainnya. Lima Besar
telah menjadi kemajuan yang cukup penting. Meskipun Dark Triad dan sifat –
sifat lainnya juga berarti. Lebih jauh lagi setiap memiliki keuntungan dan
kelemahan bagi perilaku kerja. Tidak ada konstelasi yang sempurna dari sifat –
sifat yang ideal untuk setiap situasi.
Nilai ( value ) mengandung elemen penilaian karena
mengandung ide – ide seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau
diinginkan. Ia memilki atribut isi maupun intensitas. Nilai sering mendasari
dan menjelaskan sikap, perilaku, dan persepsi. Jadi pengetahuan tentang nilai
seorang individu dapat memberi pandangan tentang apa yang membuat orang itu “bergerak”.
DAFTAR PUSTAKA
Stephen P.
robbins, perilaku organisasi; salemba empat; 2008, Jakarta
Komentar
Posting Komentar