MOTIVASI DAN PENERAPANNYA
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah Saw. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusunan mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah manajemen kinerja.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak
sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran
dalam penyusunn materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbigan
orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu . Makalah ini di
sususn oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa Universitas Muslim Indonesia.
Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen yang meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Makassar, 30 Maret 2018
Kelompok V
Daftar Isi
Kata
Pengantar
i
Daftar Isi
ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1
1.2.Rumusan
Masalah
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Konsep motivasi
2
2.1.1.
Definisi Motivasi
2
2.1.2.
Teori – teori motivasi
2
2.1.3.
Mengintegrasikan
teori motivasi kontenporer
4
2.2. Penerapan konsep
19
2.2.1.
Model karakteristik pekerjaan
19
2.2.2.
Keterlibatan kerja
20
2.2.3.
Menggunakan
imbalan untuk memotivasi kerja
21
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan
28
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Memotivasi para pekerja merupakan salah satu aspek
terpenting dan yang paling menantang dari aspek manajemen. Tidak ada rumus singkat tentang bagaimana
melakukan motivasi.
Motivasi bukan hanya mengenai bekerja keras—motivasi
juga mencerminkan sudut pandang Anda mengenai kemampuan Anda sendiri. Cobalah
menilai sendiri mengenai kepercayaan diri Anda terhadap kemampuan Anda meraih
keberhasilan.
Motivasi adalah salah satu dari topic yang paling
banyak diteliti dalam Perilakau Organisasi. Jajak pendapatan yang digelar oleh
Gallup mengungkapkan Salah satu alasan mayoritas pekerja di Amerika Serikat
yang tidak aktif terlibat dalam pekerjaan mereka, porsi lainnya (17%) telah
melepaskan pekerjaan mereka. Dalam survey lainnya, 69% pekerja menyatakan
mereka membuang-buang waktu saat bekerja setiap harinya, dan hampir seperempat
berkata bahwa menyia-nyiakan waktu antara 30 hingga 60 menit setiap harinya.
Bagaimana mungkin? Biasanya dengan menggunakan fasilitas internet (mengamati
berita dan mengunjungi situs jaringan sosial yang dikutip) dan mengobrol dengan
para rekan sekerja.
1.2.
Rumusan masalah
-
Definisi Motivasi
-
Teori – teori motivasi
-
Mengintegrasikan
teori motivasi kontenporer
-
Model karakteristik pekerjaan
-
Keterlibatan kerja
-
Menggunakan imbalan
untuk memotivasi kerja
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep
Motivasi
Memotivasi para
pekerja merupakan salah satu aspek terpenting dan yang paling menantang dari
aspek manajemen. Tidak ada rumus singkat
tentang bagaimana melakukan motivasi.
Motivasi bukan hanya
mengenai bekerja keras—motivasi juga mencerminkan sudut pandang Anda mengenai
kemampuan Anda sendiri. Cobalah menilai sendiri mengenai kepercayaan diri Anda
terhadap kemampuan Anda meraih keberhasilan.
Motivasi adalah salah
satu dari topic yang paling banyak diteliti dalam Perilakau Organisasi. Jajak
pendapatan yang digelar oleh Gallup mengungkapkan Salah satu alasan mayoritas
pekerja di Amerika Serikat yang tidak aktif terlibat dalam pekerjaan mereka,
porsi lainnya (17%) telah melepaskan pekerjaan mereka. Dalam survey lainnya,
69% pekerja menyatakan mereka membuang-buang waktu saat bekerja setiap harinya,
dan hampir seperempat berkata bahwa menyia-nyiakan waktu antara 30 hingga 60
menit setiap harinya. Bagaimana mungkin? Biasanya dengan menggunakan fasilitas
internet (mengamati berita dan mengunjungi situs jaringan sosial yang dikutip)
dan mengobrol dengan para rekan sekerja.
2.1 Mendefinisikan Motivasi
Beberapa individu
nampaknya terdorong untuk berhasil. Seorang siswa yang berjuang keras untuk
membaca buku teks pelajaran selama lebih dari 20 menit, ternyata mampu membaca
habis buku Harry Potter selama
sehari. Perbedaanya adalah pada situasi. Seperti yang kita analisis mengenai
konsep motivasi, perlu diingat bahwa level motivasi bervariasi, baik antara
perorangan maupun di dalam individu pada waktu yang berbeda.
Kita mendefinisikan
motivasi sebagai proses yang menjelaskan mengenai kekuatan, arah, dan ketekunan
seseorang dalam upaya untuk mencapai tujuan. Oleh karena motivasi secara umum
adalah berkaitan dengan upaya menuju setiap tujuan, kita akan mempersempit
fokus menjadi tujuan organisasi terhadap perilaku terkait pekerjaan.
Kekuatan (intensity)
menggambarkan seberapa kerasnya seseorang dalam berusaha. Ini adalah elemen
yang menjadi pusat perhatian ketika kita berbicara mengenai motivasi. Namun,
kekuatan yang besar tidak mungkin memberikan hasil kinerja yang memuaskan
kecuali upaya tersebut disalurkan dalam suatu arahan (direction) yang
memberikan keuntungan bagi organisasi. Oleh karena itu, kita harus
mempertimbangkan mutu upaya agar sejalan dengan kekuatannya. Upaya yang
diarahkan menuju dan konsisten pada tujuan organisasi adalah jenis upaya yang
harus kita temukan. Terakhir, motivasi memiliki dimensi ketekunan
(persistence). Ketekunan mengukur berapa lama seseorang dapat mempertahankan
upayanya. Para individu yang termotivasi akan bertahan cukup lama dengan tugasnya
untuk mencapai tujuan mereka.
2.2 Teori-Teori
Awal Mengenai Motivasi
Empat teori mengenai
pekerja dirumuskan selama tahun 1950-an mungkin masih merupakan yang paling
banyak diketahui, meskipun saat ini diragukan keabsahannya. Penjelasan yang
lebih valid akan kita bahas selanjutnya, tetapi empat teori ini
mempresentasikan suatu fondasi, dan banyak manajer di lapangan masih
menggunakan terminology ini.
Teori Hierarki Kebutuhan
Teori motivasi terbaik yang
diketahui adalah teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow. Maslow membuat
hipotesis bahwa di dalam setiap manusia terdapat hierarki lima kebutuhan:
1.
Fisiologis. Meliputi kelaparan,
kehausan, tempat perlindungan, seks, dan kebutuhan fisik lainnya.
2.
Rasa aman. Keamanan dan
perlindungan dari bahaya fisik dan emosional.
3.
Sosial. Kasih saying, rasa
memiliki, penerimaan, dan persahabatan.
4.
Penghargaan. Faktor-faktor
internal misalnya rasa harga diri, kemandirian, dan pencapaian, serta
faktor-faktor eksternal misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
5.
Aktualisasi diri. Dorongan yang mampu
membentuk seseorang untuk menjadi apa; meliputi pertumbuhan, mencapai potensi
kita, dan pemenuhan diri.
Meskipun tidak ada
kebutuhan yang terpuaskan sepenuhnya, kebutuhan yang pada dasarnya telah
terpenuhi tidak lagi memotivasi. Dengan begitu, sebagaimana setiap kebutuhan
pada dasarnya telah terpenuhi, maka kebutuhan berikutnya menjadi dominan.
Dengan demikian apabila Anda ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, Anda
perlu memahami pada level hierarki kebutuhan yang mana orang tersebut berada
saat ini dan pusatkan perhatian pada pemenuhan kebutuhan di level tersebut
maupun di atasnya.
Maslow memisahkan lima
kebutuhan ke dalam urutan yang lebih tinggi dan yang lebih rendah. Kebutuhan
fisiologis dan rasa aman, merupakan kebutuhan paling awal adalah urutan
kebutuhan yang lebih rendah (lower-order need); sosial, penghargaan, serta
aktualisasi diri adalah urutan kebutuhan yang lebih tinggi (higher-order need).
Urutan kebutuhan yang lebih tinggi dipenuhi secara internal (di dalam diri seseorang),
sedangkan urutan kebutuhan yang lebih rendah sebagian besar akan dipuaskan
secara eksternal (dengan imbalan, misalnya gaji, kontrak serikat, dan kedudukan
tetap).
Hierarki ini, apabila
diterapkan pada semua, sejalan dengan budaya Amerika Serikat. Di Jepang,
Yunani, dan Meksiko, di mana karakteristik ketidakpastian-penghindaran kuat,
kebutuhan terhadap keamanan berada di urutan teratas dari hierarki.
Negara-negara yang memiliki skor tinggi atas karakteristik
pendidikannya—Denmark, Swedia, Norwegia, Belanda, dan Finlandia—memiliki
kebutuhan sosial dan aktualisasi diri pada urutan teratas. Kelompok kerja akan
lebih memotivasi para pekerja ketika nilai tertinggi dalam budaya negara
tersebut berada pada kriteria pendidikan.
Teori Maslow telah
memperoleh pengakuan secara luas, terutama di antara para manajer yang bekerja.
Teori ini secara intuitif logis dan mudah untuk memahaminya. Namun sayangnya,
riset tidak mengabsahkannya. Maslow tidak memberikan substansi yang empiris,
dan beberapa studi yang berusaha untuk membuktikannya tidak menemukan bukti
pendukung untuk itu. Namun teori-teori lama, khususnya salah satu yang logis
secara intuitif, sulit dihilangkan.
Beberapa peneliti
telah berupaya untuk mengembangka kembali komponen konsep hierarki kebutuhan
dengan menggunakan prinsip-prinsip dari psikologi evolusioner. Mereka
mengusulkan bahwa level kebutuhan yang lebih rendah merupakan perhatian utama
hewan yang belum dewasa atau mereka dengan sistem saraf yang primitive,
sedangkan kebutuhan yang lebih tinggi lebih sering mengamati binatang yang
telah dewasa dengan sistem saraf yang lebih berkembang. Mereka juga mencatat
sisem biologis berbeda yang mendasari bagi tipe kebutuhan yang berbeda. Waktu
yang akan mengatakan apakah revisi mereka atas hierarki Maslow akan bermanfaat
bagi para manajer yang bekerja.
Teori X dan Teori Y
Douglas McGregor
mengusulkan dua sudut pandang berbeda mengenai manusia: satu sisi secara
mendasar negative, diberi label Teori X, dan yang satunya lagi secara mendasar
positif, diberi label Teori Y. Setelah mempelajari para manajer yang berurusan
dengan para pekerjanya. McGregor menyimpulkan bahwa sudut pandang sifat manusia
para manajer tersebut didasarkan pada asumsi tertentu yang membentuk perilaku
para manajer terhadap para pekerjanya.
Di bawah Teori X, para
manajer meyakini bahwa para pekerja pada dasarnya tidak menyukai bekerja
sehingga harus diarahkan atau bahkan dipaksa untuk melakukan pekerjannya.
Sebaliknya, si bawah Teori Y, para manajer beranggapan bahwa para pekerja
memandang pekerjaanya sebagai suatu hal yang alamiah seperti beristirahat, atau
bermain, dan maka dari itu rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, dan
bahkan mencari tanggung jawab.
Untuk lebih memahami
sepenuhnya, berpikirlah seperti pada teori hierarki Maslow. Teori Y menyatakan
bahwa urutan kebutuhan yang lebih tinggi akan mendominasi para individu.
McGregor sendiri meyakini bahwa asumsi Teori Y lebih valid daripada Teori X.
Maka dari itu, dia mengusulkan gagasan tersebut sebagai pengambilan keputusan
yang partisipatif, bertanggung jawab dan pekerjaan yang lebih menantang, serta
keterkaitan kelompok yang baik dengan memaksimalkan motivasi seorang pekerja.
Celakanya, tidak ada
bukti yang menyatakan bahwa keduanya, serangkaian asumsi yang valid atau
berlaku pada asumsi Teori Y akan meningkatkan jumlah pekerja yang termotivasi.
Teori-teori Perilaku Organisasi memerlukan dukungan empiris sebelum kita dapat
menerimanya. Teori X dan Teori Y kekurangan dukungan tersebut seperti halnya
teori hierarki kebutuhan.
Teori Dua-Faktor
Teori dua-faktor belum
didukung dengan baik dalam literature, dan memiliki banyak kritik.
Kritik-kritik disampaikan meliputi berikut ini.
1.
Metodologi
Hertzberg terbatas karena bergantung pada laporan pribadi. Ketika segalanya
berjalan dengan baik, orang akan cenderung untuk menyampaikan pujian. Jika
segalanya tidak berlangsung dengan baik, mereka akan menyalahkan kegagalan pada
lingkungan ekstrinsik.
2.
Keandalan
metodologi Hertzberg dipertanyakan. Para penilai harus membuat interpretasi,
sehingga mereka dapat mencemari temuan-temuan dengan menginterpretasikan salah
satu respons dengan satu cara, sementara memperlakukan respons lain yang mirip
dengan cara berbeda.
3.
Tidak
keseluruhan ukuran kepuasan dimanfaatkan. Seseorang tidak akan menyukai bagian
dari pekerjaan tetapi masih berpendapat bahwa pekerjaan secara keseluruhan
dapat diterima.
4.
Hertzberg
berpendapat bahwa terdpat hubungan antara kepuasan dan produktivitas, tetapi
dia hanya melihat pada kepuasan. Untuk membuat risetnya menjadi relevan, maka
kita harus mengasumsikan adanya hubungan yang kuat di antara kepuasan dengan
produktivitas.
Tanpa memperhatikan
kritikan-kritikan yang telah dikemukakan, teori Hertzberg telah dbaca secara
luas, dan hanya sedikit manajer yang tidak terbiasa dengan
rekomendasi-rekomendasinya.
Teori Kebutuhan McClelland
Anda memiliki satu
kantong biji-bijian dan lima sasaran yang ditetapkan di depan Anda,
masing-masing ditempatkan semakin jauh. Target A hmpir dalam jangkauan lengan.
Jika Anda mengenainya, Anda akan memperoleh $2. Target B sedikit lebih jauh,
dibayae $4, tetapi sekitar 80% orang yang berhasil mengenainya. Target C
dibayar $8, dan sekitar 50% orang yang berhasil mengenainya. Sangat sedikit
orang yang dapat mengenai Target D, tetapi imbalannya $16 bagi seseorang yang
dapat melakukannya. Terakhir, Target E dibayar $32, tetapi hampir tidak mungkin
mencapainya. Akankah Anda mengupayakannyaa? Jika Anda memilih C, Anda mungkin
akan berprestasi tinggi. Mengapa? Bacalah penjelasan berikut.
Teori kebutuhan
McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan rekan-rekannya. Dia melihat pada
tiga kebutuhan:
·
Kebutuhan
akan pencapaian (nAch) adalah dorongan untuk berprestasi, untuk pencapaian yang
berhubungan dengan serangkaian standar.
·
Kebutuhan
akan kekuasaan (nPow) adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku
dengan cara yang tidak akan dilakukan tanpa dirinya.
·
Kebutuhan
akan afiliasi (nAff) adalah keinginan untuk hubungan yang penuh persahabatan
dan interpersonal yang dekat.
McClelland dan para peniliti
berikutnya memusatkan banyak perhatiannya pada nAch. Orang yang berprestasi tinggi
bekerja dengan sebaik-baiknya ketika mereka mempersepsikan probabilitas
keberhasilan mereka sebesar 0,5—yaitu, peluang 50-50. Mereka tidak menyukai
pertaruhan dengan peluang kegagalan yang tinggi karena mereka tidak mencapai
kepuasan dari keberhasilan yang datang melalui kesempatan murni. Demikian
halnya, mereka tidak menyukai peluang kegagalan yang rendah (probabilitas
kesuksesan tinggi) karena di sana tidak terdapat tantangan bagi keahlian
mereka. Mereka ingin menetapkan tujuan yang dapat sedikit melonggarkan mereka
sendiri.
Dengan mengandalkan pada jumlah
riset yang ekstensif, kita dapat memprediksikan beberapa hubungan di antara
kebutuhan pencapaian dengan kinerja. Pertama, ketika pekerjaan memiliki derajat
tanggung jawab pribadi yang tinggi dan umpan balik serta derejat risiko
menengah, orang dengan prestasi tinggi akan menjadi sangat termotivasi.
Misalnya, mereka berhasil dalam kegiatan kewirausahaan seperti misalnya
menjalankan bisnis-bisnis mereka sendiri dan mengelola unit mandiri di dalam organisasi
yang besar. Kedua, kebutuhan yang tinggi untuk mencapainya tidak lantas membuat
seseorang menjadi manajer yang baik, terutama dalam organisasi yang besar.
Orang-orang dengan kebutuhan akan pencapaian yang tinggi tertarik dalam
seberapa baiknya yang mereka kerjakan secara pribadi, dan bukan dalam hal
memengaruhi orang lain untuk melakukan dengan baik. Tenaga penjualan yang
memiliki kebutuhan akan pencapaian yang tinggi tidak serta merta menjadi para
manajer penjualan yang baik, dan manajer yang baik di dalam organisasi yang
besar biasanya tidak memiliki kebutuhan tinggi akan kekuasaan dan rendah dalam
kebutuhan afiliasi. Pada kenyataannya, motif kekuasan yang tinggi menjadi
persyaratan bagi efektivitas manajerial.
Pandangan bahwa
kebutuhan akan pencapaian yang tinggi berperan sebagai motivasi internal yang
mengasumsikan dua karakteristik budaya—kesediaan untuk menerima derajat risiko
yang moderat (yang tidak memasukkan negara-negara dengan karakteristik
ketidakpastian-penghindaran yang tinggi) dan memusatkan perhatian pada kinerja
(yang mana menerapkan pada negara dengan karakteristik pencapaian yang tinggi).
Kombinasi ini ditemukan dalam negara Anglo-Amerika seperti misalanya Amerika
Serikat, Kanada, dan Inggris serta lebih sedikit di Cili dan Portugal.
Di antara teori-teori
awal mengenai motivasi, McClelland memiliki dukungan riset yang terbaik. Namun
saying, teori ini memiliki efek kurang praktis daripada yang lainnya. Oleh
karena McClelland berpendapat bahwa tiga kebutuhan berada di alam bawah sadar—kita
dapat memeringkatkan tinggi atas mereka tetapi tidak mengetahuinya—mengukurnya
tidaklah mudah. Dalam sebagaian besar pendekatan umum, para ahli yang terlatih
menyajikan gambar kepada para individu, meminta kepada mereka untuk
menceritakan sebuah kisah mengenai masing-masing, dan kemudian memberikan skor
atas tanggapan mereka mengenai tiga kebutuhan tersebut. Namun, prosesnya akann
memakan waktu lama dan biaya yang mahal, dan beberapa organisasi telah bersedia
untuk menanamkan modalnya untuk mengukur konsep McClelland.
Teori-Teori Kontemporer Mengenai Motivasi
Teori-teori awal
mengenai motivasi bahkan tidak bertahan di bawah pemeriksaan dekat atau turun
menjadi tidak disukai. Sebaliknya, teori-teori kontemporer memiliki satu
persamaan: masing-masing memiliki tingkat yang wajar atas dokumentasi pendukung
yang valid. Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak dapat disangsikan lagi
kebenarannya. Kita menyebutnya sebagai “teori kontemporer” karena mereka
merupakan pernyataan pemikiran terkini dalam menjelaskan motivasi pekerja.
Toeri Penentuan Nasib Sendiri
“Ini aneh” kata
Mercia. “Saya mulai bekerja pada Lembaga Kemanusiaan sebagai seorang
sukarelawan. Saya menghabiskan waktu 15 jam dalam seminggu untuk membantu
orang-orang mengadopsi hewan peliharaan. Saya suka sekali bekerja di sana. Tiga
bulan lalu, mereka merekrut saya menjadi karyawan waktu penuh dengan bayaran
$11 per jam. Saya melakukan pekerjaan yang sama seperti yang ttelah saya
lakukan sebelumnya. Tetapi saya tidk menemukan kegembiraan sebanyak dulu.
Apakan reaksi Marcia
Nampak berlawanan dengan intuisi? Ada penjelasan mengenai hal ini. Ini
dinamakan dengan teori penentuan nasib sendiri (self-determination theory),
teori ini berpendapat bahwa orang-orang
lebih suka jika merasakan memiliki kontorl atas tindakan mereka,
sehingga segala hal yang menjadikan tugas yang sebelumnya dinikmati berubah
menjadi sebuah kewajiban daripada aktivitas yang dipilih dengan bebas akan
meruntuhkan motivasi. Banyak riset mengenai teori penentuan nasib sendiri dalam
perilaku kognitif telah memfokuskan pada teori evaluasi kognitif (cognitive
evaluation theory), yang mana mengemukakan hipootesis bahwa imbalan secara ektrinsik
akan mengurangi ketertarikan secara intrinsik atau tugas. Ketika orang-orang
dibayar untuk bekerja, sedikit dirasakan seperti sesuatu yang mereka ingin
lakukan dan lebih seperti sesuatu yang mereka harus lakukan. Teori penentuan
nasib sendiri juga mengusulkan cara-cara untuk mencapai kompetensi dan hubungan
yang positif dengan orang lain. Sejumlah besar studi yang mendukung teori
penentuan nasib sendiri . inilah implikasi utama yang terkait dengan imbalan
kerja.
Ketika
organisasi-organisasi menggunakan imbalan secara ekstrinsik sebagai payoff atas
kinerja yang lebih tinggi, para pekerja merasakan bahwa mereka sedang kurang
melakukan pekerjaan dengan baik karena keinginan secara intrinsik dari mereka
sendiri untuk lebih unggul daripada karena itulah yang diinginkan oleh
organisasi. Menghilangkan imbalan secara ektrinsik juga dapat mengangkat
presepsi perorangan mengenai mengapa dia mengerjakan tugas dari penjelasan
eksternal menjadi internal. Jika anda dapat membaca sebuah novel dalam waktu
satu minggu disebabkan oleh instruktur literature Inggris yang mensyaratkan
kepada Anda untuk melakukannya, Anda akan menganggap bahwa perilaku membaca
Anda didorong oleh sumber dari eksternal. Namun, jika Anda menemukan diri
sendiri terus-menerus membaca sebuah novel dalam waktu seminggu setelah program
kuliah berakhir, maka kecenderungan alamiah Anda yang akan mengatakan, “Saya
menikmati membaca novel-novel karena saya membacanya dalam seminggu”.
Studi yang meniliti
mengenai bagaimana imbalan secara ekstrinsik meningkatkan motivasi atas
tugas-tugas kreatif yang disarankan maka kita akan menempatkan prediksi teori
evaluasi kognitif ke dalam konteks yang lebih luas. Penetapan tujuan lebih
efektif dalam meningkatkan motivasi, sebagai contoh, ketika kita memberikan imbalan
untuk mencapai tujuan. Para pencetus teori penentuan nasib sendiri semula
menyatakan bahwa imbalan secara ektrinsik misalnya pujian yang diungkapkan
secara verbal dan umpan balik mengenai kompetensi dapat meningkatkan motivasi
secara intrinsic di bawah situasi tertentu. Batas waktu dan standar kerja yang
spesifik, juga jika orang meyakini mereka yang mengendalikan perilaku mereka.
Menciptakan imbalan secara skternsik secara spesikfik akan bergantung pada
kinerja yang kreatif, bukannya lebih melebar pada kinerja rutin, dapat
memajukan kreativitas dan bukannya melemahkan. Kembali lagi, seperti batas
waktu dan standar kerja yang spesifik, manfaat dari imbalan yang ekstrinsik
bagi kreativitas dan bukannya
melemahkan. Kembali lagi, seperti batas waktu dan standar kerja yang spesifik,
manfaat dari imbalan yang ektrinsik bagi kreativitas nampaknya hanya akan
tertahan jika para individu memiliki control atas tugas atau imbalan.
Temuan-temuan ini konsisten dengan tema pokok dari teori penentuan nasib
sendiri: Imbalan dan batas waktu akan menghilangkan motivasi jika orang-orang
melihatnya sebagai paksaan atau pengendalian.
Apakah yang disarankan
oleh teori penentuan nasib sendiri dalam memberikan imbalan? Jika seorang staf
senior bagian penjualan benar-benar menyukai melakukan suatu kontrok
kesepakatan, komisi mengindikasikan bahwa dia melakukan pekerjaan dengan baik
dan meningkatkan rasa kompetensi dengan memberikan umpan balik yang dapat
meningkatkan motivasi secara intrinsic. Pada sisi lain, jika seorang pemrogram
komputer menilai kode tulisan karena dia suka memecahkan permasalahan, imbalan
atas kerja terhadap standar yang dikenakan secara eksternal tidak dia terima,
misalnya menulis sejumlah lini kode setiap harinya, akan merasakan adanya
paksaan, dan motivasi secara intrinsiknya akan menderita. Dia akan menjadi
sedikit tertarik dengan tugasnya dan dapat menurunkan upayanya.
Hasil perkembangan
baru-baru ini mengenai teori penentuan nasib sendiri adalah kesesuain diri
(self-concordance), yang mana mempertimbangkan seberapa kuatnya alasan dari
orang-orang dalam mengejar tujuan mereka konsisten dengan minat mereka dan
nilai inti. Jika para individu mengejar tujuan disebabkan oleh minat secara
intriinsik, maka mereka lebih cenderung untuk memperoleh tujuan dan bahagia bahkan
jika mereka tidak bisa memperolehnya. Mengapa? Oleh karena proses perjuangan
menuju mereka adalah menyenangkan. Secara kontras, orang-orang yang mengejar
tujuan untuk alasan ekstrinsik (uang, status, atau keuntungan lainnya) kurang
cenderung untuk memperoleh tujuan dan kurang bahagia bahkan ketika mereka mampu
memperolehnya. Mengapa? Oleh karena tujuan menjadi kurang bermakna bagi mereka.
Riset mengenai perilaku organisasi berpendapat bahwa orang-orang yang mengejar
tujuan kerja untuk alasan secara intrinsic lebih terpuaskan dengan pekerjaan
mereka, merasa bahwa mereka sesuai dengan organisasi mereka, dan dapat
mengerjakan dengan lebih baik. Riset juga menyarankan bahwa dalam kasus di mana
orang-orang tidak menikmati pekerjaan mereka untuk alasan secara intrinsic,
maka mereka yang bekerja karena merasa berkewajiban untuk melakukannya sehingga
masih dapat bekerja dengan baik, meskipun mereka mengalami tingkat tekanan yang
lebih tinggi sebagai hasilnya.
Apakah maksud dari
semua hal ini? Bagi para individu, hal ini berarti pilihlah pekerjaan Anda
untuk alasan selain dari imbalan esktrinsik. Bagi organisasi, hal ini berarti
bahwa para manajer harus menyediakan insentif secara intrinsic seiring dengan
esktrinsik. Mereka harus menciptakan suatu pekerjaan menjadi menarik,
memberikan pengakuan, serta mendukung pertumbuhan dan pengembangan para
pekerjanya. Para pekerja yang merasa bahwa mereka melakukannya di dalam control
mereka dan sebagai hasil dari pilihan yang bebas akan cenderung lebih
termotivasi dengan pekerjaan mereka dan berkomitmen pada para pekerja mereka.
Keterlibatan pada Pekerjaan
Ketika perawat Melissa
Jones datang untuk bekerja, Nampak bahwa segala sesuatu dalam kehidupannya
menghilang, dan dia menjadi benar-benar terserap dala apa yang sedang dia
kerjakan. Emosi, pikiran, dan perilakunya semua diarahkan untuk merawat para
pasien. Pada kenyataannya, dia begitu terlarut dalam pekerjaanya yang bahkan
dia sendiri tidak memperhatikan berapa lama dia telah berada di sana. Sebagai
hasil dari komitmen totalnya, dia menjadi lebih efektif dalam memberikan
perawatan bagi para pasien dan terasa bernilai saat dia sedang bekerja.
Melissa memiliki level
keterlibatan dalam pekerjaan (job engagement) yang tinggi, investasi atau
fisik, kognitif, dan energy emosional pekerja ke dalam kinerja. Para manajer
yang bekerja dan para pekerja sarjana menjadi tertarik dnegan memfasilitasi
keterlibatan pada pekerjaan, meyakini sesuatu lebih mendalam daripada menyukai
pekerjaan atau merasakan ketertarikan mendorong kinerja. Studi berupaya untuk
mengukur level komitmen yang mendalam ini.
Gallup telah
menggunakan 12 pertanyaan untuk menilai sampai sejauh mana keterlibatan pekerja
dihubungkan dengan hasil kerja yang positif bagi tujuan pekerja dalam masa 30
tahun silam. Terdapat perusahaan dengan keterlibatan pekerja yang besar
memiliki keberhasilannya sangat tinggi dibandingkan perusahaan secara
rata-rata, dan kelompok dengan lebih banyak pekerja yang terlibat memiliki
tingkat produktivitas yang lebih tinggi, lebih sedikit terjadi insiden
keamanan, dan tingkat perputaran pekerja yang lebih rendah. Studi akademis juga
menemukan hasil yang positif. Salah satu unit bisnis yang diteliti atas tingkat
keterlibatan mereka dan menemukan suatu hubungan positif dengan hasil praktiik
yang bervariasi. Tinjauan lain terhadap 91 investigasi yang berbeda menemukan
level keterlibatan yang lebih tinggi berkaitan dengan kinerja tugas dan
perilaku kewargaan (citizenship behavior).
Apa yang membuat orang
lebih cenderung untuk terlibat dalam pekerjaan mereka? Salah satu kuncinya
adalah keadaan yang mana pekerja meyakini manfaat untuk terlibat dengan
pekerjaan. Hal ini sebagian ditentukan oleh karakteristik pekerjaann dan akses
pada sumber daya yang memadai untuk dapat bekerja terhadap semangat misi yang lebih
tinggi juga dapat meningkatkan keterlibatan pekerjanya.
Salah satu kritikan
mengenai keterlibatan adalah bahwa konsepnya sebagian berlebih-lebihan dengan
perilaku pekerjaan seperti kepuasaan atau stres. Namun, daftar pertanyaan
mengenai keterlibatan biasanya menilai motivasi dan penyerapan dalam suatu
tugas, sangat berbeda dengan daftar pernyataan kepuasan pekerjaan. Keterlibatan
juga memprediksikan hasil kerja yang penting yang lebih baik daripada sikap
pekerjaan tradisional. Kritikan lainnya menyatakan bahwa terdapat “sisi gelap”
pada keterlibatan, sebagaimana yang dibuktikan dengan hubungan positif di
antara keterlibatan dengan konflik keluarga-pekerjaan. Para individu akan
menjadi sangat terlibat dengan pekerjaan mereka maka peranannya dalam tanggun
jawab keluarga menjadi gangguan yang tidak diinginkan. Riset lebih jauh yang
menjajaki bagaimana keterlibatan terkait dengan hasil yang negative dapat
membantu dalam menjelaskan apakah beberapa pekerja yang sangat terlibat akan
menjadi “terlalu banyak hal yang baik”.
Teori Penetapan Tujuan
Gene Broadwater,
pelatih tim pelari lintas negara dari Hamilton High School, memberikan kepada
pasukannya kata-kata terakhir ini sebelum mereka mendekati garis start dari
lomba kejuaraan liga: “Masing-masing dari kalian telah siap secara fisik.
Sekarang, pergilah ke sana dan lakukan yang terbaik. Tidak ada seseorang pun
yang dapat meminta kepada kalian lebih dari itu.
Anda telah mendengar
pernyataan diri sendiri berkali-kali: “Hanya lakukan yang terbaik. Itulah yang
diminta oleh semua orang. “Tetapi apa maksud dari “lakukan yang terbaik?”
Apakah kita dapat mengetahui kita akan mencapai tujuan yang samar-samar atau
tidak? Akankah para pelari lomba lintas negara akan memperoleh catatan waktu
yang lebih cepat jika pelatih Broadwater memebrikan tujuan secara spesifik?
Riset terhadap teori penetapan tujuan (goal-setting theory) pada kenyataannya
mengungkapkan efek yang mencengangkan atas ketegasan tujuan, tantangan, dan
umpan balik pada kinerja.
DAFTAR PUSTAKA
Stephen P. robbins,
perilaku organisasi; salemba empat; 2008, Jakarta
Komentar
Posting Komentar