EMOSI DAN SUASAN HATI




KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan kepada kami untuk dapat mengerjakan dan menyelesaikan  MAKALAH  yang berjudul emosi dan suasana hati.
Makalah ini disusun secara sistematis sehingga memudahkan pembaca untuk mengetahui isi dari makalah ini. Melalui makalah ini di harapkan para mahasiswa dapat memahami tentang emosi dan suasana hati.
Makalah yang kami buat ini tentunya masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan masukan yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
 BAB I PENDAHULUAN                                                                                                       
1.1 Latar Belakang                                                                                                            3         
1.2 Rumusan Masalah                                                                                           3
 BAB II PEMBAHASAN
2.1 Emosi Dan Suasana Hati                                                                                 4
2.2 Emosi Pekerja                                                                                                 14
2.3 Teori Peristiwa Afektif                                                                                               15
2.4 Kecerdasan Emosional                                                                                               18
2.5 Pengaturan Emosi                                                                                           21
2.6 Aplikasi Perilaku Organisasi Terhadap Emosi Dan Suasana Hati                                23
 BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan                                                                                                     26       
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                   27









BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Terlepas apakah perusahaan anda telah memasang alat pendeteksi emosi atau tidak, emosi anda sungguh berpengaruh di tempat kerja. Mungkin mengejutkan anda, bahwa sampai saat ini, perilaku organisasi hanya sedikit membahas mengenai topik emosi. Mengapa? Kami memberikan dua penjelasan yang mungkin.
      Pertama adalah mitos rasionalitas. Sampai baru-baru ini, protokol dunai kerja membatasi emosi. Sebuah organisasi yang dijalankan dengan baik tidak mengizinkan pekerja menunjukkan rasa frustasi, takut, marah, cinta, benci, gembira, sedih, atau perasaan sejenisnya yang dianggap merupakan antitesis dari rasionalitas. Meskipun para peneliti dan manajer mengetahui emosi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, mereka mencoba untuk menciptakan organisasi yang bebas emosi. Tentu saja, hal ini tidak mungkin.
      Penjelasan kedua adalah bahwa banyak yang percaya semua emosi bersifat merusak. Para peneliti melihat pada emosi negatif kuat-khususnya marah-yang mengganggu kemampuan pekerja untuk bekerja secara efektif. Mereka jarang memandang emosi konstruktif atau berkontribusi dalam memperbaiki kinerja.
      Tentu saja beberapa emosi, khususnya yang ditapilkan pada saat yang salah, dapat menurunkan kinerja. Tetapi para pekerja nyatanya membawa emosi mereka saat bekerja setiap hari, dan tidak ada studi perilaku organisasi yang memperhensif tanpa mempertimbangkan peran emosi dalam perilaku di tempat kerja.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Sebagai objek pembahasan dan batasan yang akan dibahas dalam makalah ini , yaitu :
A.     Emosi Dan Suasana Hati
B.      Emosi Pekerja
C.     Teori Peristiwa Afektif
D.     Kecerdasan Emosional
E.      Pengaturan Emosi
F.      Aplikasi Perilaku Organisasi Terhadap Emosi Dan Suasana Hati


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Emosi dan Suasana Hati
Terlepas apakah perusahaan anda telah memasang alat pendeteksi emosi atau tidak, emosi anda sungguh berpengaruh di tempat kerja. Mungkin mengejutkan anda, bahwa sampai saat ini, perilaku organisasi hanya sedikit membahas mengenai topik emosi. Mengapa? Kami memberikan dua penjelasan yang mungkin.
            Pertama adalah mitos rasionalitas. Sampai baru-baru ini, protokol dunai kerja membatasi emosi. Sebuah organisasi yang dijalankan dengan baik tidak mengizinkan pekerja menunjukkan rasa frustasi, takut, marah, cinta, benci, gembira, sedih, atau perasaan sejenisnya yang dianggap merupakan antitesis dari rasionalitas. Meskipun para peneliti dan manajer mengetahui emosi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, mereka mencoba untuk menciptakan organisasi yang bebas emosi. Tentu saja, hal ini tidak mungkin.
            Penjelasan kedua adalah bahwa banyak yang percaya semua emosi bersifat merusak. Para peneliti melihat pada emosi negatif kuat-khususnya marah-yang mengganggu kemampuan pekerja untuk bekerja secara efektif. Mereka jarang memandang emosi konstruktif atau berkontribusi dalam memperbaiki kinerja.
            Tentu saja beberapa emosi, khususnya yang ditapilkan pada saat yang salah, dapat menurunkan kinerja. Tetapi para pekerja nyatanya membawa emosi mereka saat bekerja setiap hari, dan tidak ada studi perilaku organisasi yang memperhensif tanpa mempertimbangkan peran emosi dalam perilaku di tempat kerja.
Apakah yang Dimaksud Emosi dan Suasana Hati?
Dalam analisa kita, kita akan memerlukan tiga istilah yang sangat erat maknanya: afeksi, emosi, dan suasana hati.
            Afeksi (affect) adalah istilah umum yang mencakup kisaran yang luas dari perasaan yang dialamiseseorang, meliputi emosi maupun suasana hati. Emosi (emotion) adalah perasaan intens yang diarahkan pada seseorang atau sesuatu. Suasan hati (mood) adalah perasaan yang kurang intens dibandingkan emosi dan sering (meskipun tidak selalu) muncul tanpa sebuah peristiwa spesifik sebagai stimulus.
            Kebanyakan ahli percaya bahwa emosi lebih cepat datang dan pergi dibandingkan suasana hati. Misalnya, jika seseorang kasar pada anda. Anda akan merasa marah. Emosi intens itu mungkin datang dan pergi dengan cepat, bahkan mungkin dalam hitungan detik. Ketika anda dalam situasi hati buruk, anda dapat merasa sedih selama becerapa jam.
            Emosi adalah reaksi pada seseorang (melihat seorang teman di tempat kerja mungkin mebuat Anda merasa gembira) atau suatu peristiwa (berhadapan dengan seorang klien yang kasar mungkin menbuat Anda merasa frustasi). Sebaliknya, suasana hati biasanya tidak diarahkan pada orang atau peristiwa. Namun emosi dapat berubah menjadi suasana hati saat Anda kehilangan fokus pada peristiwa atau objek yang memulai perasaan itu. Dengan cara yang sama, suasana hati baik atau buruk dapat membuat Anda lebih emosional dalam merespon sebuah peristiwa. Jika ketika seorang kolega mengkritik cara Anda berbicara pada klien, Anda mungkin menunjukkan emosi (marah) pada objek spesifik (kolega anda). Tetapi seiting dengan emosi spesifik itu menghilang, anda mungkin haya merasa tidak bersemangat secara umum. Anda tidak dapat mengantribusikan perasaan ini pada peristiwa apa pun. Tahapan efeksi ini menjelaskan suasana hati. Tampilan 4-1 menjunjukkan hubungan antara afeksi, emosi dan suasana hati.
            Pertama, seperti yang ditunjukkan, afeksi adalah itulah luas yang mencakup emosi dan suasana hati. Kedua, ada perbedaan antara emosi dan suasana hati. Beberapa dari perbedaan ini-bahwa emosi lebih mungkin disebabkan oleh peristiwa spesifik dan emosi lebih cepat datang dan pergi-telah kita bahas. Perbedaan lainnya lebih tidak kelihatan. Misalnya, tidak seperti suasana hati, emosi eperti amarah dan rasa terhina cenderung lebih jelas ditampilkan oleh ekspresi wajah. Juga, beberapa peneliti berspekulasi bahwa emosi lebih berorientasi tindakan-dapat mengarahkan kita pada tindakan langsung-sedangkan suasana hati lebih kognitif, yaitu dapat menyebabkan kita berpikir atau khawatir sementara waktu.
            Terakhir, tampilan itu menunjukkan bahwa emosi dan suasana hati sangat berhubungan dan dapat memengaruhi satu sama lain. Memperoleh pekerjaan impian Anda dapat mencoptakan emosi bahagia, yang menempatkan Anda pada suasana hati yang baik selama beberapa hari. Sama halnya jika Anda dalam suasan hati baik atau buruk, yang mungkin menyebakan Anda mengalami emosi positif atau negatif yang lebih intens.



Afeksi
Didefinisikan sebagai kisaran luas dari perasaan yang dialami seseorang. Afeksi dapat diaalami dalam emosi dan suasana hati.
 
 











            Afeksi, emosi, dan susana hati terpisah secara teori; umum dalam praktik, perbedaannya tidaklah selalu jelas. Di beberapa area, para peneliti cenderung mempelajari suasana hati, dalam area lainnya cenderung emosi. Jadi, ketika kita meninjau topik perilaku organisasi tentang emosi dan suasana hati, Anda dapat melihat lebuh banyak informasi mengenai emosi dalam satu area dan mengenai suasana jati di area lainnya. Ini hanyalah tahapan dari riset.
Emosi Dasar
Ada berapa banyak emosi? Ada lusinan, meliputi amarah, tidak suka, antusias, cemburu, takut, frustasi, tidak setuju, malu, jijik, kebahagiaan, benci, harapan, kecemburuan, kebahagian, harapan, cinta, angkuh, kejutan, dan kesedihan. Sejumlah peneliti telah mencoba untuk membatasi pada tatanan dasar atau fundamental. Tetapi beberapa berpendapat bahwa tidak masuk akal untuk berpikir dalam istilah emosi “dasar” karena bahkan emosi yang jarang dialami, seperti syok, yang dapat memberikan efek yang kuat bagi kita.
            Seperti kompleksitas program komputasi afektif, psikolog mencoba mengidentifikasi emosi dasar dengan mempelajari ekspresi wajah, tetapimereka menemukan bahwa proses itu sulit. Salah satu masalahnya adalah bahwa bebrapa emosi terlalu kompleks untuk dengan mudah direpresentasikan oleh wajah kita. Budaya juga memiliki norma-norma yang mengatur ekspresi emosional, jadi cara kita mengalami sebuah emosi tidak selalu sama dengan bagaimana kita menunjukkannya. Orang-orang di Amerika Serikat dan Timur Tengah mengenal senyum sebagai tanda kebahagiaan, tetapi di Timur Tegah sebuah senyuman juga dapat diartikan sebagi tanda ketertarikan seksual, sehingga wanita belajar untuk tidak senyum pada pria. Di negara-negara sosial, orang-orang lebih percaya tampilan emosi seseorang berkaitan dengan hubungan diatara mereka, sedangkan orang-orang dalam budaya individualitas tidak berpikir bahwa ekspresi emosional orang lain diarahkan pada mereka. Pegawai ritel Perancis, misalnya, terkenal tidak kasar pada pelanggan. Orang Jerman yang berbelanja melaporkan takluk dengan staf walmart yang ramah dan membantu.
            Tidak mungkin psikolog atau filsuf akan setuju sepenuhnya pada suatu set emosi dasar, atau bahkan pada apakah hal tersebut ada. Tetap saja, banyak peneliti etuju dengan emosi universal esensial-amarah, ketakutan, kesedihan, rasa jijik, kejutan-ketakutan-keseduhan-amarah-rasa jijik. Semakin dekat dua emosi satu sama lain dalam skala ini, semakin mungkin orang akan bingung membedakannya. Kita kadanag-kadang salah menganggap kebahagiaan untuk kejutan, tetapi sangat jarang kita bingung membedakan kebahagiaan dan rasa jijik. Selain itu, seperti yang akan kita lihat faktor-faktor budaya jua dapat memengaruhi interprestasi.
Suasana Hati Dasar: Afeksi Positif dan Negatif
Salah satu cara mengklasifikasikan emosi adalah dengan bertanya apakah ia positif atau negatif. Emosi positif-seperti kebahagiaan dan rasa syukur-mengungkapkan evaluasi atau perasaan yang menyenangkan. Emosi negatif-seperti amarah atau rasa bersalah-mengungkapkan sebaliknya. Tetap ingatlah bahwa emosi tidak bisa netral. Menjadi netral berarti menjadi emosional.
Srtuktur Suasana Hati
Afeksi Negatif                                                                                                      Afeksi Positif
      Tinggi                                       Tegang                     Waspada                            Tinggi
                                   Gugup                                                        Bersemangat
                                Stres                                                                      Gembira
                          Kecewa                                                                           Bahagia
                                                                                                                 
                          Sedih                                                                               Puas
                          Depresi                                                                        Damai
                               Bosan                                                               Relaks
                                                  Lesu                                Tennang
Afeksi Negatif                                                                                                  Afeksi Positif
     Rendah                                                                                                            Rendah
                Saat kita mengelompokkan emosi dalam katagori positif dan negatif, mereka menjadi keadaan suasana hati karena kita sekarang melihatnya secara lebih umum dibandingkan mengisolasikan satu emosi tetentu. Dalam tampilan 4-2, tertari adalah penanda murni dari afeksi positif tinggi, sedangkan kebosanan adalah penanda murni dari afeksi negatif rendah. Gugup adalah penanda murni afeksi negatif tinggi; relaks adalah penanda murni afeksi positif rendah. Akhirnya, beberapa emosi- seperti kepuasan (sebuah campuran afeksi positif  tinggi dan afeksi positif rendah) dan kesedihan (gabungan afeksi negatif rendah dan afeksi negatif tinggi) berada diantaranya. Anda akan melihat bahwa model ini tidak mengikutdertakan seluruh emosi. Beberapa, seperti kejutan, tidak cocok karena tidak sejelas positif atau negatif.
                Jika kita dapat menganggap afeksi positif sebagai suatu dimensi suasana hati yang terdiri atas emosi-emosi positif seperti bersemangat, kewaspadaan dan sangat gembira pada ujung paling tinggi dan kepuasan,ketenangan, dan kedamaian pada ujung paling rendah. Afeksi negatif adalah dimensi suasan hati yang terdiri atas kegugupan,stres,dan kecemasan pada akhir tinggi dan kebosanan,depresi dan kelesuan pada akhir rendah. (catatan: afeksi positif dan afeksi negatif adalah suasana hati. Kami menggunakan label ini, bukan suasana hati positif dan suasana hati negatif , karena begitulah para peneliti melabelnya).                                                                      
   Emosi negatif mungkin menjadi suasana negatif. Orang-orang berpikir mengenai peristiwa-peristiwa yang menyebabkan emosi-emosi negatif kuat lima kali lebih banyak dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan emosi-emosi positif. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa orang lebih mengingat pengalaman negatif dari pada yang positif. Mungkin salah satu alasan adalah, untuk kebanyakan dari kita, pengalaman negatif lebih tidak bisa. Tentu saja, riset mendapatkan suatu konpensasi positivitas berarti bahwa pada masukan nol (saat tidak ada hal tertentu yang terjadi), kebanyakan individu yang mengalami suatu suasana positif yang ringan. Jadi bagi kebanyakan orang, suasan hati positif lebih umum dibandingkan suasana hati negatif. Kompensasi positif juga tampaknya berjalan di tempat kerja. Satu studi tentang representatif layanan pelanggan.
             Apakah tingkat dimana orang mengalami emosi-emosi positif dan negatif ini beragam lintas budaya? Di Cina, orang-orang dilaporkan mengalami lebih sedikit mengalami emosi-emosi positif dan negatif dibandingkan orang-orang dalam budaya lain, dan emosi-emosi yang mereka rasakan kurang intens. Dibandingkan dengan orang cina Daratan. Orang Taiwan lebih mirip dengan pekerja Amerika Serikat dalam pengalaman emosinya: secara rata-rata, mereka melaporkan lebih banyak emosi positif dan lebih sedikit yang negatif dibandingkan dengan bagian Cina lainnya itu. Orang-orang dikebanyakan budaya tampaknya mengalami emosi-emosi positif dan negatif tertentu, tetapi frekuensi dan intensitas beragam pada tingkat tertentu. Meskipun ada perbedaan ini, orabg-orang dari seluruh dunia menginterprestasikan emosi-emosi negatif dan positif dengan cara yang umumnya sama. Kita semua memandang emosi negatif, seperti kebencian, teror, dan kemarahan, berbahaya dan merusak, dan kita menginginkan emosi positif, seperti kegembiraan, cinta dan kebahagiaan. Meskipun demikian, beberapa budaya menghargai antusiasme, sedangkan cina menganggap emosi-emosi negatif lebih berguna dan membangun dibandingkan orang-orang di Amerika Seriakt. Riset terkini telah menyatakan bahwa afeksi negatif sebenarnya memiliki banyak mamfaat. Misalnya, menvisualisasikan skenario terburuk sering kali membuat orang untuk menerima situasi yang  ada menghadapinya. Afeksi negatif membuat manajer untuk berpikir dengan lebih kritis dan adil, riset lainnya mengindikasikan demikian. Rasa bangga umunya adalah emosi positif dalam budaya individualistik barat seperti Amerika Serikat, tetapi budaya timur seperti Cina dan Jepang memandangnya tidak diinginkan.

Fungsi Emosi
Apakah Emosi Membuat Kita Tidak Rasional? Seberapa sering Anda mendengar seseorang mengatakan,”Oh, Anda hanya sedang emosi”? Anda mungkin akan tersinggung. Astronom eksternal, Carl Sagan, pernah menulis,”saat kita memiliki emosi-emosi yang kuat, kita bertanggung jawab karena membodohi diri kita sendiri.” Observasi-observasi ini menyatakan bahwa rasionalitas dan emosi sering bertolak belakang dan jika Anda menampilkan emosi, Anda mungkin bertindak tidak rasional. salah satu tim penulis berpendapat bahwa menampilkan emosi seperti kesedihan sampai menangis sangat berbahaya bagi karier sehinggga kita seharusnya meninggalkan ruangan itu dari pada membiarkan orang lain melihatnya. Perspektif-prespektif ini menyatakan demontrasi atau bahkan pengalam emosi dapat menyebabkan kita kelihatan lemah, rapuh, atau tidak rasional. meskipun demikian, riset semakin menunjukkan bahwa emosi sebenarnya penting untuk penalaran rasional. keterkaitan itu sudah terbukti sejak lama.
             Phineas Gage, seorang pekerja lintasan kereta api di Vermont. Suatu hari di  bulan September 1848, sebuah tongkat besi berukuran 3 kaki 7 inchi melayang mengenai dagu kiri bawahnya dan menembus tengkorak atas kepalanya akibat suatu ledakan. Secara mengejutkan, Gage mampu bertahan dari luka itu, ia mampu membaca dan berbicara, serta mendapat hasil yang baik pada tes kognitif, di atas rata-rata. Meskipun begitu, ia sepenuhnya kehilangan kemampuan untuk merasakan emosi. Ketidakmampuan Gage untuk mengungkapkan emosi pada akhirnya merenggut kemampuannya untuk bernalar. Sebagai hasilnya, ia sering kali berperilaku yang tidak terprediksi dan bertentangan dengan minat pribadinya. Gage berpindah dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain, hingga pada akhirnya bergabung dalam suatu sirkus.
                                                                                                                             
              Contoh dari Phieas Gage dan banyak cedera otak lainnya mempejari betapa kita harus memiliki kemampuan untuk merasakan emosi agar rasional. mrngapa? Oleh karena emosi kita memberikan informasi penting mengenai bagaimana kita memahani dunia sekitar kita. Misalnya, sebuah studi terkini mengindikasikan bahawa individu dalam suasana negatif lebih baik dalam mengenali kebenaran informasi akurat dibandingkan orang dalam suasana bahagia. Apakah kita benar-benar ingin menajer mengambil keputusan tentang pemecatan seseorang pekerja tanpa berdasarkan emosinya maupun emosi pekerjanya? Kunci dari keputusan yang baik adalah dengan mempergunakan pikiran dan perasaan dalam keputusan-keputusan kita.

Apakah Emosi Menyebabkan Kita Bersikap Etis? Suatu cabang bidang riset yang sedang bertumbuh telah mulai menguji hubungan antara emosi dan sikap moral. Sebelumnya diyakini bahwa, seperti halnya pengambilan keputusan secara  umum, kebanyakan pengambilan keputusan etis didasarkan pada proses kognitif urutan yang lebih tinggi, tetapi riset mengenai emosi moral semakin mempertanyakan prespektif ini. Contoh emosi moral termasuk simpati pada penderotaan orang lain, rasa bersalah megenai perilaku tidak bermoral diri sendiri, kemarahan mengenai ketidakadilan yang dialami orang lain, pengertian pada orang lain yang berperilaku tidak etis, dan rasa terhina pada pelanggaran norma-norma moral. Sejumlah studi menyatakan bahwa reaksi-reaksi umumnya didasarkan pada perasaan dibandingkan kognisi semata. Meskipun demikian, kita melihat batasan moral kita logis dan wajar tidaklah emosional. Kepercayaan kita sebenarnya dibentuk oleh kelompok kita, yang memengaruhi persepsi kita mengenai orang lain, menghasilkan respon tanpa sadar dan suatu perasaan yang berbagi emosi yang ‘benar”. Sayangnya, perasaan ini mrngizinkan kita untuk  kadang-kadang menjustifikasi reaksi emosional murni sebagai suatu yang etis. Dalam pekerjaan dan kehidupan, penilaian moral kita lebih banyak berkaitan dengan emosi dibandingkan kognisi, tetapi kita cenderung berpikir sebaliknya, khususnya saat penilaian-penilaian itu dibandingkan oleh rekan-rekan anggota kelompok kita.
             Anda dapat memikirkan riset ini dalam kehidupan anda sendiri untuk melihat bagaimana model emosional etika bekerja. Misalkan, gempa bumi besar yang menyerang Jepang tahun 2011. Ketika anda mendengar hal itu, apakah Anda secara emosional kecewa atas penderitaan orang lain, atau apakah anda  membuat kalkulasi yang lebih rasional tentang situasi tidak menguntungkan mereka? Andaikan suatu waktu saat Anda telah melakukan sesuatu yang menyakiti orang lain. Apakah Anda marah atau kecewa pada diri Anda sendiri? Atau memikirkan saat anda melihat orang lain diperlakukan tidak adil. Apakah Anda tidak setuju dengan orang yang berlaku tidak adil, atau Anda terlibat dalam sebuah kalkulasi rasional tentang keadilan situasi yang bersangkutan? Kebanyakan orang yang berpikir tentang situasi-situasi ini stidak-tidaknya memiliki dorongan emosional yang mungkin menggerakan mereka untuk terlibat dalam tindakan-tindakan etis seperti mendonasikan uang untuk membantu orang lain, meminta maaf dan mencoba membuat perbaikan, atau turut campur demi orang yang diperlakukan tidak adil. Kesimpulannya,, orang-orang yang berperilaku etis sedikitnya membuat keputusan berdasarkan emosi dan perasaan mereka, dan reaksi emosional ini sering kali merupakan hal yang baik.

Sumber Emosi dan Suasana Hati
Pernahkah Anda mengatakan.”saya bangun dengan posisi yang salah hari ini”? pernah Anda marah dengan rekan kerja atau anggota keluarga tanpa alasan tertentu? Jika Anda pernah, mungkin Anda bertanya-tanya dari mana datangnya emosi dan suasana hati. Di sini kita membahas beberapa pengaruh utama.
Kepribadian suasana hati dan emosi memiliki suatu komponen karakteristik: kebanyakan orang telah membangun kecenderungan untuk mengalami suasana hati dan emosi tertentu lebih sering daripada orang lain. Orang-orang juga mengalami emosi yang sama dengan intensitas berbeda. Misalnya, dibandingkan CEO Microsoft Teven Ballmer dengan Mark Zuckeeberg dari Facebook, Ballmer dengan mudah bergerak oleh emosi; insiyur perngkat lunak Mark Lucovsky melaporkan bahwa ketika ia mengatakan pada Ballmer bahwa ia meninggalkan Microsoft untuk pindah ke Google, Ballmer melemparkan kursi ke dinding dan marah. Zuckerberg , sebaliknya, dikenal tenang dan tidak emosional. Ballmer dan Zuckerberg mungkin berbeda dalam intensitas afeksi, atau seberapa kuat emosi positif maupun negatif secara mendalam’ saat mereka sedih, mereka benar-benar sedih, dan saat mereka bahagia, mereka benar-benar bahagia.

Waktu dalam Hari Apakah Anda manusia pagi? Atau anda merasa lebih baik di akhir hari? Orang-orang memang beragam dalam suasana hati berdasarkan waktu dalam hari. Meskipun demikian, riset menyatakan kebanyakan kita sebenarnya mengikuti pola yang sama, dan sifat alami dari pola ini mungkin mengejutkan anda. Tingkat afeksi positif cenderung mencapai puncak pada akhir pagi (10.00-siang) dan kemudian bertahan pada level tersebut sampai awal malam (sekitar pukul 19.00). Mulai sekitar jam 12 sesudah bangun, afeksi positif mulai jatuh sampai tengah malam, dan kemudian, untuk yang tetap terjaga, untuk penurunan itu meningkat sampai suasana hati positif naik lagi sesudah terbitnya matahari. Untuk afeksi negatif, kebanyakan riset menyatakan ia berfluktuasi kurang dari afeksi positif, tetapi tren umumnya adalah pada awal pagi dan tertinggi pada akhir malam.
             Baru-baru ini, sebuah studi menarik menilai suasana hati dengan menganalisis 509 pesan twitter dari 2,4 juta individu di 84 negara. Peniliti menilai suasana hati dengan mencatat adanya kata yang berkonotasi afeksi positif (bahagia, antusias, tertarik) dan afeksi negatif (sedih, marah, cemas). Fluktuasi harian dalam suasan hati cenderung mengikuti pola yang sama di kebanyakan negara. Khususnya, tidak memandang hari dalam minggu, afeksi positif meningkat sesudah terbitnya matahari, cenderung memuncak pada pertengahan pagi, tetapi stabil sampai sekitar pukul 19.00, dan kemudian cenderung meningkat lagi sampai jatuh pada tengah malam.
            Hasil ini serupa dengan apa yang kami laporkan dari riset sebelumnya. Sebuah perbedaan utama adalah pada apa yang terjadi di malam hari. Seperti yang kita catat sebelumnya, kebanyakan riset menyatakan bahwa afeksi positif cenderung  jatuh sesudah pukul 19.00, sedangkan studi ini menyatakan bahwa ia meningkat sebelum turun pada tengah malam. Kita harus menunggu riset selanjutnya untuk melihat penjelasan mana yang akurat. Tren afeksi negatif dalam studi ini lebih konsisten dengan riset sebelumnya, menunjukkan bahwa afeksi negatif berada pada titik terendah di pagi hari dan cenderung meningkat sepanjang hari dan malam.

Hari Dalam Minggu Apakah orang-orang dalam suasana hati terbaiknya pada akhir pekan? Dalam kebanyakan budaya hal itu benar-misalnya, orang dewasa Amerika Serikat cenderung mengalami afeksi positif tertinggi pada hari jumat, sabtu, dan minggu. Dan terendah pada hari senin. Seperti berdasarkan studi pada lebih dari 500 pesan twitter, hal itu cenderung juga benar dalam beberapa budaya lainnya. Bagi orang Jerman dan Cina, afeksi tertinggi dari hari Jumat hingga Minggu dan terendah pada hari Senin. Pola yang sama bahkan kelihatannya berlaku di negara-negara-seperti banyak negara Islam-dimana akhir pekan terjadi pada hari-hari yang berbeda. Hal ini tidak berlaku di semua budaya, meskipun demikian. Seperti ditunjukkan, di Jepang, Afeksi positif  lebih tinggi pada hari Senin daripada Jumat maupun Sabtu.
          Untuk afeksi negatif, Senin adalah afeksi negatif tertinggi dikebanyakan budaya. Meskipun demikian, di banyak negara, afeksi negatif lebih rendah pada hari Jumat dan Sabtu dibandingkan pada hari Minggu. Karena minggu sama-sama dapat dinikmati sebagai hari libur (sehingga memiliki afeksi positif lebih tinggi), kita juga agak tertekan karena minggu yang akan datang (sehingga afeksi negatif lebih tinggi).

Cuaca Kapan menurut Anda, Anda akan berada dalam suasana hati yang lebih baik-suhu 70 derajat dan cerah, atau pada hari yang mendung, dingin, dan hujan? Banyak orang yang percaya suasana hatinya dipengaruhi cuaca. Bagaimana pun bukti yang cukup wajar dan detail dari para peneliti menunjukkan bahwa cuaca memiliki sedikit pengaruh pada suasana hati, setidaknya bagi kebanyakan orang. Korelasi ilusi yang terjadi ketika kita mengasosiakan dua peristiwa yang dalam kenyataan tidak memiliki hubungan menjelaskan mengapa orang-orang cenderung beranggapan bahwa cuaca yang baik meningkatkan suasana hati mereka.

Stres Seperti yang mungkin Anda bayangkan, peristiwa harian yang memberi tekanan di tempat kerja (e-mail menjijikan, tenggat waktu yang semakin dekat, kehilangan penjualan yang besar, teguran dari atasan) secara negatif memengaruhi suasana hati. Efek dari stres juga bertumbuh sepanjang waktu. Menumpuknya level stres dapat memperburuk suasana hati kita, dan kita lebih mengalami emosi-emosi negatif. Meskipun kadang-kadang kita mampu menghadapi stres, kebanyakan dari kita mendapati stres memengaruhi suasana hati kita. Riset terbaru juga menyatakan saat situasi sangat menguras emosi, kita memiliki respon alami untuk menjauhkan diri, sampai membuang muka.

Aktivitas Sosial Apakah Anda cenderung paling bahagia ketika berjalan-jalan dengan teman? Untuk kebanyakan orang, aktivitas sosial meningkatkan suasan hati positif dan memiliki efek yang kecil pada suasana hati negatif. Tetapi apakah orang-orang dalam suasana hati positif mencari interaksi sosial, atau apakah interaksi sosial menyebabkan orang dalam suasana hati baik? Tampaknya kedua-duanya benar. Apakah jenis aktivitas sosial berpengaruh? Tentu saja ya. Riset menyatakan aktivitas sosial yang bersipat fisik (naik gunung dengan teman), informal (pergi ke pesta) atau kuliner (makan dengan yang lain) lebih kuat asosiasinya dengan kenaikan suasana hati positif dibandingkan peristiwa-peristiwa formal (menghadiri rapat) atau tidak aktif (menonton TV bersama teman-teman).

Tidur Orang dewasa Amerika Serikat melaporkan mereka tidur kurang dari orang dewasa generasi terdahulu. Menurut para peneliti dan spesialis kesehatan masyarakat, porsi besar dari angkatan kerja Amerika Serikat menderita kurang tidur: 41 juta pekerja dapat tidur kurang dari 6 jam per malam. Kualitas tidur memengaruhi suasana hati dan keletihan yang meningkat menempatkan pekerja pada risiko kesehtan yakni penyakit, luka, dan depresi. Salah satu alasan adalah bahwa waktu tidur yang tidak cukup atau kurang mengganggu pengambilan keputusan dan membuat sulit untuk mengendalikan emosi. Sebuah studi terkini menyatakan tidur yang buruk juga merusak kepuasan kerja karena orang merasa lelah, terganggu, dan kurang awas.

Olahraga Anda sering mendengar bahwa orang harus berolahraga untuk meningkatkan suasan hati mereka. Apakah “terapi keringat” benar-benar bekerja? Tampaknya ya. Riset secara konsisten menunjukkan bahwa berolahraga meningkatkan suasana hati positif orang. Meskipun tidak benar-benar sangat tinggi secara kseluruhan, efeknya paling besar dirasakan oleh mereka yang depresi. Jadi latihan fisik mungkin membantu menempatkan Anda dalam suasana hati yang lebih baik, tetapi jangan harapkan keajaiban.

Umur Apakah orang muda mengalami emosi positif (antusiasme masa muda) lebih dari orang tua? Jika Anda menjawab “ya”, Anda salah. Satu studi terhadap orang-orang dengan umur 18-94 tahun mengungkapkan bahwa emosi-emosi negatif tampaknya terjadi lebih sedikit sering pertambaha usia. Periode suasana hati positif yang tinggi bertahan lebih lama bagi individu-individu berumur, dan suasana hati buruk menghilang lebih cepat. Studi ini menyuratkan pengalaman emosional membaik dengan umur; seiring penuaan kita, kita mengalami sedikit emosi negatif.

Jenis Kelamin Banyak yang menyakini bahwa wanita lebih emosional daripada pria. Apakah ini fakta? Bukti memang membenarkan wanita lebih ekspresip secara emosional daripada pria; mereka mengalami emosional lebih intens, mereka cenderung “berada” pada emosi tertentu lebih lama daripada pria, dan mereka lebih sering menampilkan emosi baik emosi positif maupun negatif, kecuali amarah. Bukti dari sebuah studi atas para partisipan dari 37 negara berbeda menemukan bahwa pria secara konsisten melaporkan level emosi kuat lebih tinggi, seperti amarah, sedangkan wanita lebih banyak melaporkan emosi tak berdaya seperti kesedihan dan ketakutan. Oleh karena itu, ada beberapa perbedaan jenis kelamin dalam pengalaman dan ekspresi emosi.
            Orang-orang juga cenderung mengaitkan emosi pria dan wanita dalam cara yang mungkin berdasarkan stereotip atas bagaimana reaksi umumnya. Satu studi menunjukkan bahwa pasrisipan-partisipan eksperimental yang membaca mengenai ekspresi emosi menginterpretasikan reaksi wanita sebagai disposisional (berhubungan dalam kepribadian), sedangkan reaksi pria diinterpretasikan sebagai sesuatu yang diakibatkan oleh situasi di sekitar mereka. Misalnya, sebuah gambar wanita yang sedih mengarahkan pengamatnya untuk mempercayai bahwa ia bertindk konsisten dengan tipe kepribadian emosional, sedangkan gambar pria yang sedih lebih mungkin diatribusikan dengan pengalaman hal yang buruk. Studi lainnya menunjukkan bahwa partisipan lebih cepat dalam mendeteksi ekspresi marah pada wajah pria dan ekspresi kebahagiaan pada wajah wabita; wajah netral pada pria lebih diatribusikan sebagai amarah dan wajah netral pada wanita lebih diatribusikan sebagai bahagia.

2.2 Emosi Pekerja
          Jika Anda pernah memiliki pekerjaan di penjualan ritel atau penunggu meja di restoran, Anda mengetahui pentingnya menampilkan sikap ramah dan tersenyum. Meskipun ada hari-hari saat Anda tidak merasa ceria, Anda tahu bahwa manajemen mengharapkan Anda tetap bersemangat saat mengahdapi pelanggan. Jadi Anda memalsukannya. Setiap pekerja mengerahkan tenaga fisik dan mental dengan menempatkan tubuh dan pikiran pada pekerjaan. Tetapi pekerjaan juga menumbuhkan emosi pekerja (emotional labor), suatu ekspresi pekerja atas emosi-emosi yang diharapkan organisasi selama transaksi-transaksi interpersonal pekerja.
           Konsep emosi pekerja muncul dari studi atas pekerjaan jasa. Kita mengharapkan para pramugari agar terlihat ceria, pemimpin upacara pemakaman terkihat sedih, dan dokter terkihat netral emosinya. Tetapi emosi pekerja relevan pada hampir semua pekerjaannya. Setidak-tidaknya manajer Anda mengharapkan Anda sopan dan tidak kasar saat berinteraksi dengan rekan kerja. Tantangan sebenarnya muncul saat pekerja harus menampilkan suatu emosi saat sebenarnya merasakan yang lain. Disparitas ini adalah disonansi emosi (emotioanl dissonance) , dan ini dapat sangat berpengaruh. Menumpuknya perasaan frustasi, marah dan tidak suak pada akhirnya dapat berujung pada kelelahan emosional serta keletihan luar biasa. Disonansi emosi adalah seperti disonansi kognitif yang di bahas pada bab sbelumnya, selain bahwa disonansi emosi berpusat pada perasaan bukan pikiran. Oleh karena meningkatnya pentingnya emosi pekerja sebagai suatu komponen kunci dan kinerja efektif, kita harus memahami relevansi emosi dalam bidang perilaku organisasi.
           Emosi pekerja menciptakan dilema bagi pekerja. Ada orang yang jelas-jelas tidak Anda suka, tetapi Anda harus bekerja dengannya. Mungkin Anda menganggap kepribadian orang tersebut mengganggu. Mungkin anda mengetahui mereka mengatakan hal-hal negatif tentang Anda dibelakang Anda. Bagaimana pun, pekerjaan menuntut Anda untuk berinteraksi dengan orang-orang ini secara reguler. Jadi Anda dipaksa untuk berpura-pura ramah.
           Terutama dalam hal pekerjaan, akan sangat membantu Anda jika dapat memisahkan antara emosi yang dirasakan dan yang ditampillkan. Emosi yang dirasakan (felt emotion) adalah emosi aktual individu. Sebaliknya, emosi yang ditampilkan (displayed emotion) adalah yang dituntut oleh organsisai untuk ditunjukkan oleh pekerja dan dianggap pantas untuk pekerjaan itu. Mereka tidak muncul begitu saja; mereka dipelajari. Sama halnya, kebanyakan dari kita mengetahui bahwa kita diharapkan sedih saat pemakaman, tanpa peduli apakah kita menganggap kematian orang itu sebagai sebuah kehilangan, dan untuk tampil dalam pernikahan dengan gembira meskipun kita tidak ingin merayakan.
           Riset menyatakan bahwa di tempat kerja di Amerika Serikat, kita diharapkan menampilkan emosi-emosi positif seperti kebahagiaan dan semangat serta meredam emosi-emosi negatif seperti rasa takut, amarah, jijik, dan rsa tidak suka. Manajer yang efektif telah belajar untuk serius dalam memberikan seorang pekerja evaluasi kinerja yang negatif da menyembunyikan kemarahan meraka saat mereka gagal mendapat promosi. Seorang agen penjualan yang tidak belajar untuk tersenyum dan ramah, tanpa menghiraukan perasaan sebenarnya pada saat itu, umunya tidak akan bertahan lama dalam pekerjaan itu. Cara kita mengalami emosi tidak selalu sama dengan cara kita menunjukkannya.
            Menampilkan emosi-emosi palsu membutuhkan kita untuk meredam yang sebenarnya. Akting permukaan (sufarce acting) adaalh menyembunyikan perasaan di dalam dan menyembunyikan ekspresi emosional sebagai respons atas peraturan. Seorang pekerja yang tersenyum pada pelanggan meskipun saat itu ia tidak merasa senang adalah akting permukaan. Akting mendalam (deep acting) adaalh mencoba untuk memodifikasi perasaan di dalam diri yang sebenarnya berdasarkan aturan. Penyedia layanan kesehatan mencoba untuk secara murni merasa lebih empati terhadap pasiennya adalah akting mendalam. Akting permukaan berhadapan dengan emosi yang ditampilkan, dan akting mendalam berhadapan dengan emosi yang dirasakan. Riset di Belanda dan Belgia mengindikasikan bahwa akting permukaan dapat menyebabkan pekerja sangat tertekan, sedangkan pemikiran penuh (mindfullness) (belajar untuk secara objektif mengevaluasi situasi emosional kita saat itu) lebih menguntungkan bagi kebaikan pekerja. Menampilkan emosi yang tidak sebenarnya kita rasakan adalah melelahkan. Sehingga penting untuk memberikan pekerja yang terlibat dalam tampilan permukaan kesempatan untuk rileks dan menyegarkan diri. Sebuah studi yang mempelajari bagaimana instuktur pemandu sorak menggunakkan jam mengajarnya untuk beristirahat mendapati bahwa mereka yang menggunakan waktunya untuk istirahat dan rileks lebih efektif sesudah istirahatnya. Instruktur yang tetap melatih saat jam istirahat hanya seefektif sebelumnya sesudah istirahatnya. Studi lainnya menemukan bahwa di kelompok kerja rumah sakit yang sangat menuntut tampilan emosional, keletihan kebih tinggi dibandingkan di kelompok kerja rumah sakit lainnya.
2.3 Teori Peristiwa Afektif
Kita telah melihat bahwa emosi dan suasana hati merupakan bagian penting dari hidup dan pekerjaan kita. Tetapi bagaimana mereka memengaruhi kinerja dan kepuasan kita? Sebuah model yang disebut teori peristiwa afektif (affective event theory [AET]) menunjukkan bahwa pekerja bereaksi secara emosional pada hal-hal yang terjadi di tempat kerja, dan reaksi ini memengaruhi kinerja dan kepuasan mereka.
Teorinya dimulai dengan mengenali bahwa emosi adalah respons atau peristiwa di lingkungan kerja . Lingkungan kerja mencakup semua yang mengelilingi pekerjaan itu ragam tugas dan tingkat otonomi, tuntutan pekerjaan, serta tuntutan untuk mengekspresikan emosi pekerja. Lingkungan ini menciptakan peristiwa kerja yang bias saja menjengkelkan, menyenangkan, atau keduanya. Contoh dari yang menjengkelkan adalah kolega yang menolak melakukan bagian pekerjaannya, bentroknya arahan dari manajer yang berbeda, dan tekanan waktu yang berlebihan. Peristiwa yang menyenangkan termasuk mencapai sasaran, dukungan dari kolega, dan menerima pengakuan atas suatu pencapaian.
Peristiwa kerja ini mendorong reaksi emosional positif atau negatif yang diterima oleh kepribadian dan suasana hati pekerja untuk selanjutnya direspons dengan intensitas lebih tinggi atau rendah. Orang-orang dengan skor stabilitas emosional rendah lebih mungkin bereaksi kuat pada peristiwa negative. Respons emosional kita pada suatu peristiwa dapat berubah tergantung suasana hati. Terakhir, emosi memengaruhi sejumlah variable kinerja dan kepuasan, seperti perilaku kewargaan organisasi, komitmen organisasi, tingkat usaha, niat untuk keluar, dan penyimpangan di tempat kerja.
Ujian teori peristiwa afektif menyatakan hal-hal berikut :
1.      Satu episode emosi sebenarnya merupakan serangkaian pengalaman-pengalaman emosional yang didorong muncul oleh suatu peristiwa tunggal dan mengandung elemen-elemen emosi serta siklus suasana hati.
2.      Emosi saat ini memengaruhi kepuasan kerja pada saat berlangsung, bersama dengan riwayat emosi yang mengelilingi peristiwa itu.
3.      Oleh karena suasana hati dan emosi  berfluktuasi sepanjang waktu, efeknya pada kinerja juga berfluktuasi.
4.      Perilaku yang digerakkan emosi umumnya pendek dalam durasi dan variabilitas tinggi.
5.      Oleh karena emosi, bahkan yang positif, cenderung tidak cocok dengan perilaku yang disyaratkan untuk melakukan sebuah pekerjaan, mereka biasanya memiliki pengaruh negative terhadap kinerja.
Mari lihat sebuah contoh. Katakanlah anda bekerja sebagai insinyur penerbangan untuk Boeing. Oleh karena penurunan permintaan jet komersial. Anda mempelajari bahwa perusahaan sedang mempertimbangkan untuk memutus hubungan kerja bagi 10.000 pekerja , mungkin termasuk Anda. Peristiwa ini mungkin membuat Anda merasakan emosi negative, khususnya rasa takut bahwa Anda mungkin kehilangan sumber utama pendapatan. Oleh karena masalah ini membuat Anda sangat khawatir dan mengganggu pikiran, peristiwa ini meningkatkan perasaan tidak aman. Kekhawatiran Anda meningkat karena Anda (1) tidak mengambil risiko itu secara volunter, (2) tidak mempercayai pemberi kerja Anda, (3) menyadari risiko itu ada dalam tangan orang yang perspektifnya mungkin tidak menguntungkan Anda, dan (4) melihat tidak ada manfaat jika Anda bertindak. Rencana PHK juga menggerakkan rangkaian peristiwa-peristiwa lebih kecil yang menciptakan sebuah episode: Anda berbicara dengan atasan Anda, dan ia meyakinkan bahwa Anda aman; Anda mendengar rumor bahwa departemen Anda sangat rentan termasuk ke dalam daftar yang akan dieliminasi; selain itu, Anda bertemu dengan kolega lama Anda yang di-PHK enam bulan lalu dan masih belum menemukan pekerjaan. Peristiwa-peristiwa ini akhirnya membuat emosi Anda naik dan turun. Suatu hari, Anda merasa bersemangat bahwa Anda akan bertahan. Kemudian, Anda mungkin depresi dan cemas. Peralihan emosi ini mengalihkan perhatian Anda dari perkerjaan dan menurunkan kinerja serta kepuasan Anda. Akhirnya, respons Anda semakin menguat karena ini merupakan PHK terbesar ke-4 yang dilakukan Boeing dalam 3 tahun terakhir.
Kesimpulannya, AET menawarkan dua pesan penting. Pertama, emosi memberikan pandangan yang berharga tentang bagaimana peristiwa yang menjengkelkan dan menyenangkan di tempat kerja memengaruhi kinerja pekerja serta kepuasannya. Kedua, pekerja dan manajer seharusnya tidak mengabaikan emosi atau peristiwa yang menyebabkannya, walaupun mereka tampaknya sepele, tetapi mereka akan terakumulasi.
2.4 Kecerdasan Emosional
Diane adalah seorang manajer kantor. Kesadarannya atas emosi diri sendiri dan emosi orang lain hamper nihil. Ia mudah berubah suasana hati dan tidak mampu menciptakan antusiasme atau minat lebih pada para pekerjanya. Ia tidak memahami mengapa pekerja kecewa dengannya. Ia sering bereaksi berlebihan pada masalah dan memilih respons yang paling tidak efisien atas situasi emosional. Diane memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Kecerdasan emosional (emotional intelligence) adalah kemampuan seseorang untuk (1) memiliki emosi dalam diri dan orang lain, (2) memahami makna emosi-emosi ini dan, (3) mengatur emosi seseorang secara teratur dalam sebuah model alur, seperti ditunjukkan dalam 4-3. Orang yang mengetahui emosinya sendiri dan baik dalam membaca petunjuk emosional—misalnya mengetahui mengapa mereka marah dan bagaimana mengekspresikan dirinya tanpa melanggar norma—akan lebih efektif.
Beberapa studi menyatakan kecerdasan emosional memainkan peran penting dalam kinerja. Sebuah studi yang menggunakan teknologi gambaran resonasi magnetic fungsional (MRI) menemukan bahwa mahasiswa MBA eksekutif yang baik dalam tugas pengambilan keputusan strategis lebih mungkin melibatkan pusat emosi otak dalam proses keputusannya. Mahasiswa itu juga mengurangi penekanan penggunaan bagian yang lebih kognitif dari otaknya. Studi lain melihat kesuksesan dan kegagalan 11 presiden Amerika Serikat—Dari franklin Roosevelt sampai Bill Clinton—dan mengevaluasi mereka dalam enam kualitas ; komunikasi, organisasi,keahlian politis, visi gaya kognitif, dan kecerdesan emosional.kualitas utama yang membedakan yang sukses(seperti rosevelt, kennedy, dan Reagan) dari yang tidak sukses (seperti jhonson, carter, dan Nixon) adalah kecerdesan emosional. Sebuah studi simulasi juga menunjukkan bahwa mahasiswa yang baik dalam mengidentifikasi dan membedakan antara perasaan-perasaannya sendiri mampu membuat keputusan investasi yang lebih menguntungkan.
      Kecerdasan emosioanla telah menjadi sebuah konsep yang controversial dalam perilaku organisasi, dengan pendukung dan penentang . dalam pembahasan berikutnya kita meninjau argument argument yang mendukung dan menentang viabilitasnya.
Kasus Untuk Kecerdesan Emosional
Argument yang mendukung kecerdesan emosional termasuk daya tarik intuitifnya, fakta bahwa ia memprediksi kriteria yang berarti, dan ide bahwa itu berdasarkan biologi.
Daya Tarik Intuitif
Intuisi menyatakan orang yang dapat mendeteksi emosi orang lain, mengendalikan emosinya sendiri, dan mengendalikan interaksi sosial dengan baik, memiliki posisi yang kuat dalam dunia bisnis. Materi promosi suatu perubahan untuk ukuran kecerdasan emosional mengklaim, kecerdasan emosional berperan atas lebih dari 85% kinerja terbaik dalam pimpinan puncak.
Kecerdasan Emosional Memprediksi Kriteria yang Berarti
Bukti menyatakan level tinggi kecerdasan emosional berarti seseorang akan berkinerja baik dalam pekerjaan. Misalnya, sebuah studi menemukan kecerdasan emosional memprediksi kinerja pekerja di pabrik rokok di Cina. Sebuah tinjauan atau studi-studi mengindikasikan bahwa, secara keseluruhan,
 








kecerdasan emosional secara lemah tetapi secara konsisten positif berkorelasi dengan kinerja, bahkan setelah para peneliti memperhitungkan kemampuan kognitif, kehati-hatian, dan rasionalitas.
Kecerdasan Emosional Berdasarkan Biologi
Dalam sebuah studi, orang-orang dengan kerusakan di area yang mengatur pemrosesan emosional (bagian korteks prefrontal) memiliki skor tidak lebih rendah dalam ukuran standar kecerdasan dari pada orang tanpa kerusakan yang sama. Meskipun demikian, mereka memiliki skor lebih rendah signifikan pada ujian kecerdasan emosional dan terganggu dalam pengambilan keputusan norma. Studi ini menyatakan kecerdasan emosional berdasarkan neurologi dengan cara yang tidak berhubungan dengan ukuran standar kecerdasan. Ada juga bukti bahwa kecerdasan emosional dipengaruhi genetik, yang selanjutnya mendukung pendapat bahwa kecerdasan emosional mengukur sebuah factor biologis mendasar yang nyata.
Kasus Yang Bertentangan Dengan Kecerdasan Emosional
Dibalik semua dukungan, kecerdasan emosional juga mendapat banyak kritik yang mengatakan kecerdasan emosional bersifat samar dan tidak mungkin diukur, mereka mempertanyakan validitasnya.
Para Peneliti Kecerdasan Emosional Tidak Sepakat tentang Definisi
Bagi banyak peneliti, tidak jelas apakah kecerdasan emosional itu, karena para peneliti menggunakan definisi-definisi yang berbeda. Beberapa berfokus pada ujian dengan jawaban yang benar dan salah yang darinya kita dapat menyimpulkan kemampuan seseorang untuk mengenali dan mengendalikan emosi. Ini merupakan perspektif atas kecerdasan emosional yang berdasarkan kemampuan. Para peneliti lain telah memandang kecerdasan emosional sebagai ragam ide yang luas yang kita dapat ukur dengan melaporkan sendiri dan yang dihubungkan secara utama oleh fakta yang tidak satu pun dari mereka sama dengan kecerdasan kognitif. Bukan hanya dua definisi ini berbeda, tetapi ukuran yang digunakan masing-masing perspektif pun hampir tidak berkorelasi satu sama lain.
Kecerdasan Emosional Tidak Dapat Diukur
Banyak kritik telah mempertanyakan tentang pengukuran kecerdasan emosional. Hal ini dikarenakan mereka berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah sebuah bentuk inteligensia. Harus ada jawaban benar dan salah untuknya dalam tes. Beberapa tes memang memiliki jawaban benar dan salah, meskipun validitas dari beberapa pertanyaan diragukan. Satu ukuran menanyakan Anda untuk mengasosiasikan perasaan dengan warna, seolah-olah warna ungu selalu membuat kita merasa sejuk dan tidak hangat. Ukuran lainnya dilaporkan oleh diri sendiri, seperti “Saya baik dalam membaca orang lain” dan tidak memiliki jawaban benar atau salah. Ukuran kecerdasan emosional beragam dan para peneliti tidak dapat memberlakukan ukuran-ukuran itu seketat seperti pada studi mereka atas ukuran kepribadian dan kecerdasan umum.
Kecerdasan Emosional Tidak Lebih dari Sekadar Kepribadian dengan Label Berbeda
Beberapa kritik berpendapat bahwa karena kecerdasan emosional sangat erat dengan inteligensis dan kepribadian, sekali Anda mengendalikan faktor-faktor ini, tidak ada lagi hal unik yang ditawarkan. Ada beberapa dasar atas argument ini. Kecerdasan emosional tampak berkorelasi dengan ukuran-ukuran kepribadian, khususnya stabilitas emosional. Jika ini benar, maka penanda biologis seperti aktivitas otak dan heritabilitas dapat diatribusikan pada konstruksi psikologis yang lebih dikenal dan diteliti dengan lebih baik lainnya. Sampai tingkat tertentu, para peneliti telah menyelesaikan isu ini dengan mencatat bahwa kecerdasan emosional adalah sebuah konsep yang sebagian ditentukan oleh ciri-ciri seperti kecerdasan kognitif, kehati-hatian, dan penalaran, sehingga masuk akal bahwa kecerdasan emosional berkorelasi dengan karakterisitik-karakteristik ini.
Meskipun bidang pemahaman tentang kecerdasan emosional ini sedang berkembang, banyak pertanyaan yang belum terjawab. Kecerdasan emosional secara luas popular di antara perusahaan-perusahaan kontribusi dan dalam media popular, tetapi masih sulit untuk memvalidasi konsep ini dengan literatur riset.
2.5 Pengaturan Emosi
Pengaturan emosi (emotion regulation), yang merupakan bagian dari literature kecerdasan emosional tetapi saat ini semakin dipelajari sebagai sebuah konsep terpisah. Pendapat utama dibalik pengaturan emosi adalah untuk mengidentifikasi dan memodifikasi emosi yang Anda rasakan. Riset terkini menyatakan bahwa kemampuan manajemen emosi adalah alat prediksi kuat atas kinerja tugas bagi beberapa pekerjaan dan perilaku kewargaan organisasi (organizational citizenhip behavior).
Para peneliti dari pengaturan emosi sering mempelajari startegi yang mungkin digunakan orang untuk mengubah emosinya. Salah satu strategi yang telah kita diskusikan dalam bab ini adalah akting permukaan, atau secara harfiah, “berpura-pura dengan wajah” sebagai respon yang pantas atas situasi tertentu. Akting permukaan tidak mengubah emosi, sehingga efek pengaturannya sedikit. Mungkin karena susahnya mengekspresikan apa yang tidak kita rasakan, sebuah studi terbaru menyatakan bahwa individu yang meragamkan respons akting permukaanya mungkin memiliki kepuasan kerja yang lebih rendah dan penarikan diri dari pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan yang secara konsisten menggunakan akting permukaan. Akting mendalam, strategi lainnya yang telah kita bahas, lebih murah secara psikologis dibandingkan akting permukaan karena pekerja sebenarnya mencoba mengalami emosi itu. Akting mendalam, meskipun kurang “salah” dibandingkan akting permukaan, mungkin masih tetapi sulit karena bagaimanapun mewakili akting.
Oleh karena itu, para peneliti perilaku organisasi mencoba memahami startegi yang dapat digunakan orang yang melakukan akting, seperti menunjukkan emosi yang pantas, tetapi juga mengurangi dampak dari akting itu, seperti kelelahan emosional dan penarikan diri dari tempat kerja. Sasarannya adalah untuk memberikan pekerja dan manajer alat untuk memonitor dan memodifikasi respons emosional mereka atas situasi tempat kerja.
Meskipun risetnya terus berlanjut, studi mengendalikan bahwa teknik pengaturan emosi yang efektif mencakup mengakui bukannya menekan respons emosional kita atau situasi, dan mengevaluasi kembali peristiwa setelah terjadi. Sebuah studi terkini mengilustrasikan efek dari penilaian ulang kognitif yang sangat potensial. Dari partisipan-partisipan konflik Israel-Palestina, mereka yang siap untuk menilai ulang situasi menunjukkan kesediaan lebih untuk mempertimbangkan perdamaian terhadap Palestina dan kurang mendukung taktik-taktik agresif dibandingkan kelompok kendali, tidak hanya segera sesudah studi tetapi sampai lima bulan kemudian. Ini menyatakan bahwa teknik penilaian ulang kognitif dapat membuat orang mengubah respons emosionalnya, bahkan ketika subjek masalah sangat menguras emosi seperti konflik Israel-Palestina.
Teknik lain dengan potensi atas pengaturan emosi adalah pengungkapan. Riset menunjukkan bahwa eskpresi terbuka dari emosi dapat membantu individu, kebalikan dari membiarkan emosi “menumpuk”. Pengungkapan ini harus dilakukan secara hati-hati, karena mengungkapkan atau menyatakan frustasi Anda secara langsung dapat menyinggung orang lain. Faktanya, apakah mengungkapkan emosi membantu pengungkapannya merasa lebih baik sangat tergantung pada respons pendengar. Jika pendengar tidak merespon (banyak yang menolak merespon), akan membuat pengungkap merasa lebih buruk. Jika pendengar merespon dengan ekspresi dukungan atau validasi, pengungkap merasa lebih baik. Oleh karena itu, jika kita ingin mengungkapkan amarah pada rekan kerja, kita perlu memilih seseorang yang akan merespon dengan simpati. Mengungkapkannya pada orang yang dinilai mudah tersinggung jarang memperbaiki keadaan dan bias menyebabkan meningkatnya emosi-emosi negatif.
Seperti yang mungkin Anda duga, tidak semua orang sama baiknya dalam mengatur emosinya. Individu yang lebih tinggi dalam karakterisitik kepribadian penalaran lebih sulit melakukannya dan sering mendapati suasana hati mereka di atas kemampuan kendali mereka. Individu yang memiliki kepercayaan diri lebih rendah juga kurang mungkin dibandingkan yang lain untuk merasa mereka layak dalam suasana hati baik.
Saat tampaknya pengaturan emosi diinginkan, riset menyatakan ada sisi buruk dari mencoba mengubah perasaan Anda. Mengubah emosi Anda membutuhkan usaha, dan seperti yang kita catat saat mendiskusikan tenaga emosional , usaha ini bisa melelahkan. Kadang-kadang mencoba untuk mengubah emosi sebenarnya membuat emosi itu lebih kuat; misalnya mencoba untuk berbicara pada diri Anda sendiri  agar tidak takut dapat membuat Anda lebih fokus pada apa yang menakutkan Anda, yang membuat Anda lebih negatif kurang mungkin berujung  pada suasan hati positif dibandingkan benar-benar mencari pengalaman emosi positif. Misalnya, Anda lebih mungkin mengalami suasana hati positif jika Anda memiliki percakapan yang menyenangkan dengan seorang teman daripada jika Anda menghindari percakapan tidak menyenangkan dengan rekan kerja yang kasar.
Saat teknik pengaturan emosi dapat membantu kita menghadapi situasi tempat kerja yang sulit, riset mengindikasikan efeknya beragam. Sebuah studi terbaru di Taiwan menemukan bahwa partisipan yang bekerja bagi atasan yang bersikap mengganggu melaporkan keleahan emosional dan kecenderungan penarikan diri dari kerja , tetapi pada tingkat yang berbeda berdasarkan strategi pengaturan emosi yang mereka gunakan.  Ini untuk membantu para pekerja. Oleh karena itu, saat ada banyak harapan dalam teknik-teknik pengaturan emosi, jalan terbaik menuju tempt kerja yang positif adalah merekrut individu-individu berpikiran positif dan melatih pemimpin mengelolah suasan hati, sikap kerja, dan kinerja mereka. Pemimpin terbaik mengelola emosi sebanyak mereka mengelola tugas dan aktivitas.
2.6 Aplikasi perilaku organisasi terhadap emosi dan suasana hati
Dalam bagian ini kita menilai bagaimanapemahaman emosi dan suasana hati dapat meningkatkan kemampuan kita untuk menjelaskan dan memperkirakan proses seleksi dalam organisasi, pengambilan keputusan, kreativitas, motivasi, kepemimpinan, konflik interpersonal, negoisasi, layanan pelanggan, sikap kerja, dan perilaku tempat kerja menyimpang. Kita juga melihat bagaimana manajer dapat memengaruhi suasana hati kita.
SELEKSI
Salah satu implikasi dari bukti uji kecerdasan emosional sampai saat ini  adalah bahwa pemberi kerja seharusnya mempertimbangkannya sebagai sebuah faktor dalam merekrut pekerja, khususnya untuk pekerjaan yang menuntut tingkat interaksi sosial yang tinggi. Faktanya, lebih banyak pemberi kerja mulai menggunakan ukuran-ukuran kecerdasan emosional untuk merekrut orang.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pendekatan tradisional atas studi pengambilan keputusan dalam organisasi telah menitik beratkan rasionalitas. Tetapi para peneliti perilaku organisasi semamkin menemukan bahwa suasana hati dan emosi memiliki efek penting terhadap pengambilan keputusan.
Suasana hati dan emosi positif tampaknya membantu orang mengambil keputusan yang baik. Orang-orang dalam suasana hati baik atau mengalami emosi positif  lebih mungkin dibandingkan yang lain untuk menggunakan pengalaman, atau aturan jempol (yaitu prinsip dengan aplikasi luas yang tidak dimaksudkan untuk menjadi benar-benar akurat atau dapat di andalkan untuk setiap situasi), “untuk membantu mengambil keputusan dengan cepat. Emosi positif juga meningkatkan keahlian memecahkan masalah, sehingga orang-orang positif menemukan solusi-solusi masalah yang lebih baik.”
KREATIVITAS
Orang dalam suasana hati baik cenderung lebih kreatif daripada orang dalam suasana hati buruk.“ mereka menghasilkan banyak ide dan pilihan, dan yang lain berpikir ide mereka orisinal.” Tampaknya orang yang mengalami suasana hati atau emosi positif lebih fleksibel dan terbuka dalam pikirannya, yang dapat menjelaskan mengapa mereka lebih kreatif.”
Beberapa peneliti tentu tidak percaya suasana hati positif membuat orang lebih kreatif. Mereka berpendapat bahwa ketika orang dalam suasana hati positif, mereka menjadi rileks. Daripada melihat afeksi positif atau negatif, mungkin untuk mengonseptualisasikan suasana hati sebagai perasaan aktif amarah, ketakutan, depresi, atau puas diri. Semua suasana hati aktivasi, baik positif atau negatif, tampaknya mengarahkan pada kreativitas lebih, sedangkan suasana hati deaktivasi mengarahkan pada yang kurang.
MOTIVASI
Kelompok suasana hati positif melaporkan ekspektasi tinggi mampu memecahkan teka-teki, bekerja lebih keras, dan memang memecahkan lebih banyak teka-teki. Studi lainnya menemukan bahwa memberikan orang umpan balik kinerja-baik nyata maupun palsu-memengaruhi suasana hati mereka,yang kemudian memengaruhi motivasi mereka. Jadi, sebuah siklus dapat ada dimana suasana hati positif menyebabkan orang lebih kreatif, yang berujung pada umpan balik positif dari yang mengamati pekerjaan mereka.
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan yang efektif bergantung pada daya tarik emosional untuk membantu menyampaikan pesannya. Faktanya, ekspresi dan emosi dalam berbicara sering kali merupakan elemen kritis yang membuat kita menerima atau menolak pesan pemimpin. Pemimpin transformasional menyadari efek yang dimiliki emosi terhadap pengikutnya dan sering kali secara bebas berbagi emosi.
LAYANAN PELANGGAN
Status emosional pekerja memengaruhi layanan pelanggan, yang memengaruhi tingkat bisnis pengulangan dan kepuasan pelanggan. Memberikan layanan pelanggan yang berkualitas tinggi menuntut pekerja karena itu sering kali menempatkan mereka pada situasi disonansi emosi. Penularan emosi penting karena pelanggan yang menangkap suasana hati atau emosi positif dari pekerja berbelanja lebih lama.
NEGOISASI
Negoisasi adalah sebuah proses emosional. Saat seorang negoisator menunjukkan amarah, lawannya menyimpulkan negoisator itu telah memberikan semua yang dapat diberikannya sehinggah dia pun mengalah. Amarah seharusnya digunakan secara selektif dalam negoisasi, negoisator yang marah yang memiliki informasi atau kekuatan yang kurang dibandingkan lawannya memiliki hasil yang lebih buruk secara signifikan. Menampilkan emosi negatif (amarah) bisa saja efektif tetapi merasa buruk tentang kinerja. Individu yang buruk dalam negoisasi mengalami emosi negatif, mengembangkan persepsi negatif dari mitranya, dan kurang bersedia untuk berbagai informasi atau kooperatif dalam negoisasi di masa depen. Menariknya, ketika suasana hati dan emosi memiliki manfaat ditempat kerja, dalam  negoisasi-jika kita tidak memalsukan tampilan luar seperti berpura marah-emosi mungkin memperburuk kinerja negoisator.
SIKAP KERJA
Beberapa studi telah menunjukkan orang-orang yang memiliki hari baik ditempat kerja cenderung berada dlam suasana hati lebih baik dirumah malam itu, dan demikian pula sebaliknya. Orang-orang yang mengalami hari yang sangat stres ditempat kerja juga mengalami masalah untuk rileks setelah pulang kerja. Sebuah studi mendapatkan sepasang suami istri yang menjelaskan suasana hati mereka saat merespons survei telpon genggam terjadwal pada hari yang sama. Seperti kebnyakan pembaca yang telah menikah juga, jika salah satu dari pasangan berada dalam suasana hati negatif selama hari kerja, suasana hati itu akan tertumpah pada pasangannya malam itu.
PERILAKU MENYIMPANG DITEMPAT KERJA
Orang-orang sering kali berperilaku yang melanggar norma yang di tetapkan dan mengancam organisasi, anggotanya, atau keduanya. Tindakan ini disebut perilaku menyimpang ditempat kerja. Banyak dapat di jejaki pada emosi negatif. Misalnya, rasa iri adalah emosi yang terjadi ketika anda tidak menyukai seseorng karna memiliki sesuatu yang anda tidak punya tetapi sangan anda iginkan. Itu dapat mengarahkan pada perilaku menyimpang yang di benci. Orang-orang yang marah mencari orang lain yang dapat di salahkan atas suasana hati buruk mereka, menginterpratsikan perilaku orang lain kasar, serta memiliki masalah dalam mempertimbangkan sudut pandang orang lain.
KESELAMATAN DAN CEDERA DITEMPAT KERJA
Riset yang menghubungkan efektivitas negatif pada meningkatnya cedera ditempat kerja menyatakan bahwa pemberi kerja dapat meningkatkan kesehatan dan keselamatan dengan menjamin pekerja tidak terlibat dalam aktivitas yang bepotensi bahaya ketika beradas dalam suasana  hati buruk. Suasana hati buruk dapat berkontribusi pada kejadian cedera ditempat kerja dengan beberapa cara . seseorng yang selalu takut akan lebih pesimis mengenai efektivitas pencegahan keselamatan karna ia merasa bagimnapun akan cedera atau mungkin panik dan mematung ketika di hadapkan pada situasi yang mengancam. Suasan hati negatif  juga membuat orang lebih gampang di alihkan , dan pengalihan jelas-jelas hanya dapat mengarah pada perilaku ceroboh.
 BAGAIMANA MANAJER DAPAT MEMENGARUHI SUASANA HATI
Manajer dapat menggunakan humor dan memberikan mereka hadiah apresiasi kecil untuk pekerjaan yang di lakukan dengan baik. Juga, ketika pemimpin itu sendiri dalam suasan hati baik, anggota kelompok lebih positif; hasilnya mereka bekerja sama dengan lebih baik. Penularan emosi mendapati bahwa pemimpin yang menampilkna kesedihan meningkatkan kinerja analitis pengikut, mungkin karna pemimpinkuarang terlibat dengan mereka saat sedih. Memilih anggota tim yang positif dapat memiliki efek yang menular karna suasana hati positif mengalir dari satu anggota ke anggota yang lain. Studi tim kriket profesional mendapati suasan hati bahagia  pemain mempengaruhi suasana hati anggota timnya dan secara positif memengaruhi kinerjanya



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
            Emosi adalah reaksi pada seseorang (melihat seorang teman di tempat kerja mungkin mebuat Anda merasa gembira) atau suatu peristiwa (berhadapan dengan seorang klien yang kasar mungkin menbuat Anda merasa frustasi). Sebaliknya, suasana hati biasanya tidak diarahkan pada orang atau peristiwa. Namun emosi dapat berubah menjadi suasana hati saat Anda kehilangan fokus pada peristiwa atau objek yang memulai perasaan itu. Dengan cara yang sama, suasana hati baik atau buruk dapat membuat Anda lebih emosional dalam merespon sebuah peristiwa. Jika ketika seorang kolega mengkritik cara Anda berbicara pada klien, Anda mungkin menunjukkan emosi (marah) pada objek spesifik (kolega anda). Tetapi seiting dengan emosi spesifik itu menghilang, anda mungkin haya merasa tidak bersemangat secara umum. Anda tidak dapat mengantribusikan perasaan ini pada peristiwa apa pun. Tahapan efeksi ini menjelaskan suasana hati. Tampilan 4-1 menjunjukkan hubungan antara afeksi, emosi dan suasana hati.




DAFTAR PUSTAKA
Diakses dari http://cokroaminoto.wordpress.com pada tanggal 1 november 2010
Diakses dari http://www.managementfile.com pada tanggal 1 november 2010
Diakses dari  http://www.oppapers.com pada tanggal 1 november 2010
N, wexley Kenneth dkk. 2003. Perilaku Organisasi dan Pesikologi Personalia. Jakarta: PT Rineka Cipta
P, Robbin Stephen. 2002. Prinsip – prinsip Perilaku Organisasi ( edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Vavis keith dan W Newstrom. 1985. Perilaku dalam Organisasi( jilid 1 edisi ketujuh). Jakarta: Erlangga.


Komentar

  1. Welcome to the best new casino - jtmhub.com
    Welcome to 청주 출장샵 the 영주 출장마사지 best 안성 출장샵 new casino - jtmhub.com. 제주도 출장마사지 New 영주 출장안마 Casino Online Slots Online - Play Free Slot Machines for Cash and Win big.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKUNTANSI MANAJEMEN

MAKALAH “Pajak Penghasilan Pasal 24”

PERILAKU KEORGANISASIAN (KEPERIBADIAN DAN NILAI)